Pendahuluan
Mengenal rasul adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat mengamalkan Islam secara sempurna. Tanpa rasul maka kita tidak dapat melaksanakan Islam dengan baik. Kehadiran rasul memberikan panduan dan bimbingan kepada kita bagaimana cara mengamalkan Islam. Dengan demikian, mengenal rasul merupakan keperluan bagi seorang muslim sebagai metode atau cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mengenal rasul tidak saja dalam bentuk fisik atau penampilannya tetapi segala aspek syar’i berupa sunah yang dicontohkan Nabi kepada kita, baik berupa tingkah laku, perkataan ataupun sikap. Pengenalan kepada rasul dapat dilihat melalui sirah nabawiyah yang menggambarkan kehidupan Nabi serta latar belakangnya seperti nasab dan lingkungan tempat ia hidup. Kemudian melalui sunah dan dakwah Nabi pun dapat memberikan penjelasan kepada kita, siapa sesungguhnya Nabi tersebut.
Buku ma’rifah ar-rasuul ini membahas bagaimana mengenal rasul, apa saja yang perlu dikenal dari rasul dan bagaimana pula kita mengamalkan Islam melalui petunjuk rasul. Hal penting dari buku ini adalah kita mengetahui, memahami dan dapat mengamalkan sunah Nabi dan menjalankan ibadah dengan baik.
Dengan mengenal rasul diharapkan kita dapat mencintai rasul dan mengikutinya. Hal tersebut merupakan langkah kita untuk taat dan mencintai Allah SWT. Oleh karena itu, mengenal rasul tidak saja dari segi jasad, nasab dan latar belakangnya, tetapi bagaimana beliau beribadah dan beramal saleh. Sebagian masyarakat mengetahui dan mengamalkan sunah Nabi dari segi ibadah saja bahkan dari segi penampilan saja. Sangat jarang muslim yang mengambil contoh kehidupan Nabi secara keseluruhan seperti peran Nabi dari segi politik, pemimpin, pedagang dan juga sebagai suami, ayah dan anggota masyarakat. Semua peranan Nabi ini perlu dicontoh dan diikuti sehingga kita dapat mengamalkan Islam secara sempurna dan menyeluruh. Sayangnya, kendati sudah ada penjelasan demikian, umat Islam masih menempatkan Nabi sekedar mengikuti kebiasaan untuk bershalawat kepada Nabi. Padahal umat Islam yang shalat pasti akan selalu bersalawat dan selalu menyebutnya.
Pengenalan kepada rasul juga pengenalan kepada Allah dan Islam. Memahami rasul secara komprehensif adalah cara yang tepat dalam mengenal Islam yang juga komprehensif. Rasul dikenal sebagai pribadi teladan, panutan yang unggul dan lelaki terpilih di antara manusia yang sangat layak dijadikan model bagi setiap muslim. Hal ini memberi arti Nabi adalah teladan bagi setiap tingkah laku, perkataan dan sikap yang disunahkannya.
Mencintai Nabi sebagai hasil dari mengenal rasul tidak saja dalam menyebut namanya setelah shalat, mengadakan acara barjanzi, merayakan maulid Nabi dan bentuk acara-acara lainnya. Sementara mereka tidak mengamalkan sunah ataupun akhlaq utama yang dimilikinya seperti shidq, tabligh, amanah dan fathanah. Keadaan demikian sangat merugikan setiap muslim. Sebagian dari mereka sangat ta’asub dengan pakaian Nabi, sorban, songkok dan sebagainya. Sebagian lagi sekedar mengutip hadits Nabi untuk ceramahnya tetapi tidak diamalkan, bahkan ada yang menolak beberapa sunah atau tingkah laku Nabi. Keadaan demikian, terjadi di tengah masyarakat awam sebagai akibat dari tidak fahamnya mereka kepada rasul secara benar dan utuh.
Banyak dari umat Islam yang terlibat dengan dakwah Islam, yang tidak merujuk kepada metode atau minhaj Nabi dalam berdakwah sehingga tidak mendapatkan hasil yang optimal. Kegagalan dakwah senantiasa dihadapi oleh para dai seperti dakwah yang tidak berkesan dan kurangnya hasil atau bekas dakwah. Dengan mengenal rasul, kita dapat menyimpulkan bahwa dakwah yang dibawa oleh rasul adalah dakwah yang berkesan dan sudah menghasilkan perubahan-perubahan masyarakat ke arah yang positif. Bahkan rasul telah membuktikan dengan penyebaran Islam ke seluruh dunia sehingga berbagai suku atau bangsa memeluk diinullaah tersebut. Secara nyata, kegagalan yang terjadi pada saat ini disebabkan karena kita tidak merujuk kembali bagaimana rasul mencapai kejayaan dan kegemilangan dalam mendakwahkan Islam ini.
Metode Rabbani yang perlu dibawa oleh rasul perlu dipahami dan diamalkan dengan baik. Hal tersebut dapat dicapai apabila kita mengenal rasul. Buku ini mencoba menjelaskan berbagai hal yang menyangkut pengenalan kita kepada rasul. Dengan pemahaman terhadap buku ini kita termotivasi dan sadar bahwa kita sangat perlu mengenal rasul dari berbagai sudut, mulai definisi rasul, peranan rasul, sifat-sifat rasul, tugas rasul, ciri-ciri risalah Muhammad, kewajiban kita terhadap rasul, dan hasil yang kita dapat dengan mengikuti risalah rasul.
Ma’rifah ar-rasuul adalah sebuah topik yang sangat penting dalam pembinaan keagamaan seorang muslim. Syahadat kedua yang dibacakan oleh seorang muslim adalah : Wa asyhadu anna muhammadan rasuulullah (dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah) yang menyatakan keimanan seseorang terhadap kerasulan Muhammad SAW. Oleh karena itu pengenalan terhadap Rasulullah (Ma’rifah Ar-Rasuul) sangat menentukan tingkat pemahaman dan penghayatan seseorang terhadap ikrar keislaman (syahadat) mereka. Bahkan dari sinilah sesungguhnya kepribadian seorang muslim terlihat bentuknya.
Kesaksikan seseorang terhadap eksistensi keberadaan Allah SWT bukanlah sebuah hal yang terlalu langka khususnya di kalangan masyarakat Quraisy. Mereka telah mengenalnya dari ajaran leluhur para nabi, yakni Ibrahim AS dan Adam AS. Masyarakat Quraisy sendiri mengenal kata Allah dalam kehidupan keseharian mereka. Dengarlah apa yang diserukan oleh orang-orang kafir Quraisy dalam Surat Al Anfal Ayat 32 : “ Dan ingatlah ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata : “Ya, Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih”
Justru yang sering menjadi masalah besar adalah pengakuan terhadap eksistensi terhadap utusan-utusan Allah SWT. Padahal pengakuan orang-orang kafir itu kepada eksistensi Allah SWT tidaklah ada artinya jika tidak diiringi pengakuan kepada rasul-rasul yang diutus-Nya. Bagaimana mereka akan merefleksikan ketaatan mereka kepada Sang Pencipta tanpa petunjuk dari rasul-rasul-Nya? Bagaimana mereka bisa memperbaiki kehidupan sesat dari ajaran-ajaran agama yang telah terdistorsi? Tetapi justru inilah yang membebani orang-orang kafir untuk beriman secara penuh kepada Allah SWT. Bahkan mereka berani bertaruh kebinasaan untuk menolak kerasulan Muhammad SAW sebagaimana ungkapan yang mereka lontarkan pada Ayat 32 Surat Al Anfal itu. Sebaliknya penolakan kepada kenabian Muhammad SAW inilah yang membuat Allah SWT menjadi murka kepada orang-orang kafir Quraisy.
Sesungguhnya tidak layak bagi orang-orang kafir, atau manusia manapun di muka bumi dan alam semesta ini, untuk menolak kerasulan Muhammad SAW. Orang-orang kafir sendiri seharusnya merasakan kehidupan keberagamaan mereka yang aneh, jauh dari sisi kemuliaan peradaban. Ini adalah hasil ketiadaan seorang rasul Allah yang memberi petunjuk kepada mereka ke jalan yang lurus. Umar bin Khattab RA merasakan betul kekonyolan masa jahiliyahnya ketika harus menyembah Allah melalui perantaraan patung-patung yang terbuat dari terigu. Lebih dari tiga ratus patung berhala tersebar di segenap penjuru jazirah Arabia.
Tatanan kehidupan yang diterapkan orang-orang kafir kepada masyarakat pun ternyata tidak berhasil mewujudkan kehidupan yang teratur dan terbina. Permusuhan antar suku, kehidupan seksual yang bebas, mengubur anak-anak perempuan, tradisi intelektual yang rendah mewarnai masyarakat Quraisy. Secara internasional pun kehidupan kaum kafir Quraisy tidak memiliki harga diri (izzah) yang tinggi, karena mereka terkerangkeng oleh kekuasaan-kekuasaan negara besar: Persia dan Rumawi. Padahal ajaran Islam yang dibawa Rasulullah SAW menawarkan pola hidup yang dapat membawa mereka kepada kekuatan dan ketinggian peradaban.
Ketaklayakan orang-orang kafir untuk menolak Muhammad SAW semakin tidak rasional tatkala mereka menyaksikan sendiri bagaimana sosok kepribadian orang yang mendakwahkan dirinya rasul itu. Muhammad SAW adalah seorang yang jujur (shiddiq) dengan tingkat kejujuran yang tiada taranya sehingga mereka sendiri menyebutnya al-amin. Seorang yang tidak pernah berbohong bahkan pada lelucon-leluconnya sekalipun. Muhammad adalah seorang yang komitmen (iltizam) terhadap misi yang diembankan Allah SWT kepadanya. Ia tidak mundur dari dakwahnya sedikit pun karena takut dianiaya orang-orang yang tidak menyenanginya. Amanah apapun diterimanya dengan segala resiko di belakangnya. Muhammad SAW juga adalah seorang yang tidak pernah menyembunyikan apa yang harus disampaikannya (tabligh). Bahkan ketika turun ayat-ayat yang memberi peringatan kepada dirinya pribadi (seperti pada surat Abasa) pun tidak pula ia berat menyampaikannya karena malu. Muhammad SAW juga bukan seorang yang bodoh apalagi memiliki penyakit jiwa (majnun) karena apa yang disampaikannya memiliki dasar-dasar ilmiah yang tinggi. Bahkan dalam berbagai kesempatan Muhammad SAW memperlihatkan kecerdasan (fathanah) dan sosialnya yang tinggi. Ketika para pemuka kafir Quraisy berselisih dalam soal peletakan Hajar Aswad, Muhammad SAW tampil memberikan solusi yang menyenangkan dan memuaskan semua pihak.
Kekuatan tanda-tanda kerasulan Muhammad SAW tidak saja diukur dari diri pribadinya. Dalam dimensi masa lalu kedatangan beliau telah disebut-sebut dalam berbagai Kitab Suci yang dibawa para Nabi sebelumnya. Heraklius, Raja Romawi, mengakui hal ini. Hanya saja ia tidak menyangka bahwa nabi yang akan diutus itu datang dari tempat yang dianggapnya tidak layak itu. Paman Khadijah (isteri Muhammad SAW), Waraqah bin Naufal, dengan sangat cermat memastikan bahwa Muhammad-lah orang yang ditunggu kehadirannya dalam berita-berita yang dibacanya pada Kitab Taurat (disebut sebagai Namus Akbar).
Dalam dimensi masa depan, manusia di seluruh penjuru dunia menyaksikan bahwa di sepanjang sejarah Muhammad SAW terbukti sebagai manusia pilihan Allah yang membawa Islam sebagai risalah utamanya. Hasil-hasil perjuangan beliau (tsamarat) luar biasa menakjubkan: dari sisi nilai-nilai kemanusiaan, dari sisi kenegaraan, dari sisi peradaban dan ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Hasil-hasil besar dalam waktu yang singkat ini mustahil dapat diwujudkan oleh seorang manusia biasa.
Tidak layak bagi orang-orang kafir untuk menolak kerasulan Muhammad SAW. Tetapi hawa nafsu telah menguasai jiwa mereka. Juga ketakutan akan kehilangan masa depan yang selama ini diuntungkan oleh sistem jahiliyah, rasa iri dengki akan nikmat kenabian yang diberikan Allah SWT pada seseorang dari bangsa selain mereka dan kekhawatiran akan balasan dosa-dosa yang telah mereka perbuat. Mereka membohongi diri sendiri dan menutup-nutupi bukti-bukti kerasulan itu dengan fitnah-fitnah keji kepada Muhammad SAW.
Tetapi kebenaran tak dapat disembunyikan. Akhirnya, pengakuan demi pengakuan datang kepada Muhammad SAW tanpa dapat dibendung lagi. Hari demi hari semakin banyak manusia yang menyadari apa yang harus dilakukannya kepada Muhammad SAW. Mula-mula suku Aus dan Khajraj dari Madinah yang secara massal beriman kepada kerasulan Muhammad SAW, kemudian penduduk sekitar Madinah dan pada akhirnya hampir seluruh jazirah Arabia memeluk Islam pada akhir hayat Nabi SAW. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW wilayah kekuasaan Islam semakin meluas dan kerasulan beliau menjadi sebuah sejarah yang melegenda.
Sejak wafatnya Muhammad SAW tentu tidak ada lagi mukjizat yang dapat disaksikan dari diri beliau SAW. Tidak ada lagi ayat-ayat yang turun menghiasi berbagai peristiwa sejarah dan melengkapi ajaran yang mulia. Tidak ada lagi teladan yang diperlihatkan beliau dalam berbagai aspek kehidupan yang mengalir. Tidak ada lagi seorang yang memimpin keluarga sebaik memimpin negara, masyarakat dan tentara. Tetapi semua kisah-kisah sejarah Muhammad SAW telah terpatrikan dalam kitab-kitab tebal sirah Nabawiyah dan manusia yang lahir kemudian dapat menatap seluruh keagungan itu dari berita-berita yang ditulis di dalamnya.
Ma’rifah ar-rasuul menjadi sebuah keperluan yang asasi bagi kaum muslimin masa kini karena mereka hidup tidak bersama dengan Nabi SAW. Mereka harus beriman kepada kerasulan Muhammad SAW dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Inilah sebuah upaya menghayati makna syahadatain. Seorang Jenderal Romawi, Gergorius Theodorus, bertanya kepada Khalid bin Walid di tengah berkecamuknya Perang Yarmuk : “Apakah sama kedudukan antara saya dengan anda apabila saya masuk ke dalam Islam” Khalid menjawab : “Kedudukan kita sama” Gergorius Theodorus bertanya lagi : “Mengapa demikian ?” Khalid menjawab : “Kami beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dalam keadaan kami melihat dan menyaksikan sendiri Rasulullah SAW. Sedangkan anda beriman kepada Allah dan Rasul-Nya padahal anda tidak pernah menyaksikan beliau. Anda sesungguhnya lebih hebat keimanannya daripada kami”
Gergorius Theodorus tercatat sebagai seorang yang masuk Islam dalam waktu singkat. Ia bersyahadat di depan Khalid bin Walid. Kemudian ia mandi dan melakukan shalat dua rakaat. Ia menyandangkan pedangnya kembali untuk berperang di jalan Allah melawan pihak Romawi, kaumnya sendiri dan ia syahid dalam pertempuran tersebut. Keagungan ajaran Islam dan kebenaran kerasulan Muhammad SAW dilihatnya dalam sosok-sosok pengikutnya yang setia dan dalam peradaban yang mewarnai masyarakat yang ditinggalkannya.