«

»

Janjang Kotogadang

1 Februari 2013

Menurut suatu laporan, pa­da tahun 1915, sebanyak 165 le­laki dari Kotogadang telah be­kerja sebagai pegawai pe­me­rin­tahan Belanda. Hampir se­pa­ruh (79 orang) bekerja di luar wila­yah Minangkabau.

Oleh Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar

Menurut sejarah Nagari Kotogadang, Keca­ma­­tan IV Koto, Kabupaten Agam mulai didirikan pa­da akhir abad 17. Sekelompok kaum dari Pariangan Pa­­dangpanjang datang ke dae­rah ini membuka lahan baru un­tuk pemukiman, ladang dan sa­wah. Sebuah dae­rah yang du­lu bernama Bukit Kepana­san di­pilih se­bagai lokasi baru itu. Ka­rena daerah ini cepat ber­­kem­bang, lalu daerah baru itu di­beri nama Kotogadang. 

Nagari Kotogadang terma­suk pionir dalam bidang pen­di­dikan. Pada tahun 1856 di dae­rah ini telah berdiri Sekolah De­sa dengan masa belajar 3 ta­hun. Pemerintah Penjajahan Be­­l­anda sejak dini telah me­nan­­dai bahwa pelajar-pelajar da­ri Agam, adalah murid-murid yang rajin, ulet dan cerdas, te­r­u­tama dari daerah Koto­ga­dang.

Lalu didirikan sebuah ba­dan ter­sendiri yang dinamakan stu­diefonds (dana pe­lajar). Yaya­san ini didirikan untuk mengum­pul­kan dana dari warga kampung guna mengirim anak-anaknya me­lanjutkan studi di Jawa, bah­kan di negeri Belanda.

Semangat belajar anak mu­da Kotogadang yang tinggi serta du­kungan kuat dari masya­ra­katnya, tebukti membuahkan ha­sil. Menurut suatu laporan, pa­da tahun 1915, sebanyak 165 le­laki dari Kotogadang telah be­kerja sebagai pegawai pe­me­rin­tahan Belanda. Hampir se­pa­ruh (79 orang) bekerja di luar wila­yah Minangkabau. Se­ba­nyak 72 orang di antaranya lan­car ber­ba­hasa Belanda. Ini meru­pa­kah sua­tu bukti mereka ber­pen­didikan baik. Hingga kini masih ba­n­yak ditemukan masyarakat se­tempat, terutama generasi tua, yang fasih berbahasa Belanda.

Pada tahun 1926 lulusan se­kolah kedokteran Stovia Jaka­rta asal Minang berjumlah 32 orang, kebanyakan mereka adalah warga Kotogadang. Enam belas tahun kemudian, tahun 1942 terjadi lonjakan yang luar biasa, se­banyak 40 orang warga Koto­ga­dang lulus sekolah kedokteran Stovia.

Penelitian Mochtar Naim tahun 1967 menunjukkan, dari  2.666 orang penduduk  Koto­gadang, 467 atau 17,5 persen di antaranya adalah lulusan universitas. Di antaranya, 168 orang men­jadi dokter, 100 orang jadi in­­sinyur, 160 orang jadi sarjana hu­kum, dan sekitar 10 orang dok­torandus ekonomi dan bi­dang-bidang ilmu kemas­yara­ka­tan lainnya. Berikutnya pada tahun 1970, sebanyak 58 orang lagi lulus universitas. Dengan prestasi 525 orang lulusan universitas (belum termasuk yang bergelar sarjana muda), Kotoga­dang yang memiliki penduduk kurang dari 3.000 jiwa, men­catat rekor tak terkalahkan oleh nagari/desa mana saja, sebagai desa memiliki sarjana terbanyak bah­kan di negara maju sekali pun saat itu.

Tak heran jika sejumlah tokoh nasional berasal dari Kotogadang, sebut saja Agus Salim, Sutan Sjahril, Syahrir, Ed Zoelferdi dan banyak tokoh nasional/internasional lainnya. Hingga saat ini sudah lebih dari 30 orang putra/putri Kotoga­dang yang menyandang titel pro­fesor, di antaranya adalah Prof. Emil Salim,  Prof Dr. Nu­zirwan Acang, Prof Fadil Oenzil, dan lain­nya. Serta, tak kurang sepu­luh orang putra Kotogadang juga telah menyandang pangkat jen­deral/perwira tinggi.

Sabtu tanggal 26 Januari lalu, Nagari Kotogadang kembali men­catat sejarah. Menkominfo Ir. Tifatul Sembiring meres­mi­kan pemakaian Janjang Koto­ga­dang. Janjang (tangga) sepan­jang satu kilometer ini terins­pirasi oleh tembok raksasa China yang terkenal sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Ka­rena itu, gaya arsitektur jan­jang ini agak mirip dengan tembok rak­­sasa (great wall) China. Jan­jang Kotogadang meng­hubung­kan Nagari Kotogadang menuju Ngarai Sianok, rute yang me­miliki sejarah panjang sejak za­man penjajahan dulu.

Objek ini menambahkan lagi se­buah ikon bagi pariwisata di Su­matera Barat, khususnya Ka­bupaten Agam. Di sisi lain, mo­mentum ini memperlihatkan se­­buah kepedulian dan kekom­pa­kan warga Sumatera Barat, baik berada di kampung hala­man, mau­pun berada di perantauan. Ba­ngunan ini merupakan hasil kerja sama masyarakat Minang yang ada di kampung dan ran­tau.

Saya menyampaikan apr­e­siasi yang tinggi kepada Men­ko­minfo Ir. H. Tifatul Sembiring, kelahiran Bukittinggi 28 September 1961, dari ayah suku Karo Sumatera Utara dan Ibu suku Koto Agam Sumatera Barat yang telah memprakarsai diba­ngu­nnya bangunan yang sangat berharga ini. Penghargaan juga disampaikan kepada Ir. Azwar Anas yang memberi ide ba­ngunan ini.

Kepedulian terhadap kam­pung halaman juga dipe­rli­hat­kan oleh kehadiran Prof. Dr. Meu­tia Hatta, anggota Dewan Per­timbangan Presiden dan man­tan Menteri Urusan Pera­nan Wanita, Ketua DPD RI Ir­man Gusman,  Afrizal, Alirman Sori, anggota DPR RI Refrizal, Tas­lim anggota/wakil DPRD Sum­bar, bupati dan wali kota, Brigjen Boy Rafli Amar dan banyak tokoh lainnya yang turut hadir, tetap bertahan pada acara tersebut, meski Kotogadang malam itu guyur hujan deras.

Kita yakin, Janjang Koto­ga­dang akan berdampak positif terhadap Sumatera Barat pada umumnya dan Agam secara khusus. Janjang Kotogadang juga akan memberikan multiplier efek terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Yang lebih penting lagi, kepedulian dan kekompakan warga Minang akan menghasilkan kejayaan Sumatera Barat di masa datang dan mampu menjemput kem­bali kejayaan Minang Kabau di masa lalu. (*)

Padang Ekspres 1 Februari 2013

1 comment

No ping yet

  1. AM RIZAL S.sos says:

    Slamat menikmati sejarah masa lalu dan slamat berjuang membuat sejarah BARU dan slamat datang Perubahan yg lebih baik

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>