Menurut suatu laporan, paÂda tahun 1915, sebanyak 165 leÂlaki dari Kotogadang telah beÂkerja sebagai pegawai peÂmeÂrinÂtahan Belanda. Hampir seÂpaÂruh (79 orang) bekerja di luar wilaÂyah Minangkabau.
Oleh Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Menurut sejarah Nagari Kotogadang, KecaÂmaÂÂtan IV Koto, Kabupaten Agam mulai didirikan paÂda akhir abad 17. Sekelompok kaum dari Pariangan PaÂÂdangpanjang datang ke daeÂrah ini membuka lahan baru unÂtuk pemukiman, ladang dan saÂwah. Sebuah daeÂrah yang duÂlu bernama Bukit KepanaÂsan diÂpilih seÂbagai lokasi baru itu. KaÂrena daerah ini cepat berÂÂkemÂbang, lalu daerah baru itu diÂberi nama Kotogadang.Â
Nagari Kotogadang termaÂsuk pionir dalam bidang penÂdiÂdikan. Pada tahun 1856 di daeÂrah ini telah berdiri Sekolah DeÂsa dengan masa belajar 3 taÂhun. Pemerintah Penjajahan BeÂÂlÂanda sejak dini telah meÂnanÂÂdai bahwa pelajar-pelajar daÂri Agam, adalah murid-murid yang rajin, ulet dan cerdas, teÂrÂuÂtama dari daerah KotoÂgaÂdang.
Lalu didirikan sebuah baÂdan terÂsendiri yang dinamakan stuÂdiefonds (dana peÂlajar). YayaÂsan ini didirikan untuk mengumÂpulÂkan dana dari warga kampung guna mengirim anak-anaknya meÂlanjutkan studi di Jawa, bahÂkan di negeri Belanda.
Semangat belajar anak muÂda Kotogadang yang tinggi serta duÂkungan kuat dari masyaÂraÂkatnya, tebukti membuahkan haÂsil. Menurut suatu laporan, paÂda tahun 1915, sebanyak 165 leÂlaki dari Kotogadang telah beÂkerja sebagai pegawai peÂmeÂrinÂtahan Belanda. Hampir seÂpaÂruh (79 orang) bekerja di luar wilaÂyah Minangkabau. SeÂbaÂnyak 72 orang di antaranya lanÂcar berÂbaÂhasa Belanda. Ini meruÂpaÂkah suaÂtu bukti mereka berÂpenÂdidikan baik. Hingga kini masih baÂnÂyak ditemukan masyarakat seÂtempat, terutama generasi tua, yang fasih berbahasa Belanda.
Pada tahun 1926 lulusan seÂkolah kedokteran Stovia JakaÂrta asal Minang berjumlah 32 orang, kebanyakan mereka adalah warga Kotogadang. Enam belas tahun kemudian, tahun 1942 terjadi lonjakan yang luar biasa, seÂbanyak 40 orang warga KotoÂgaÂdang lulus sekolah kedokteran Stovia.
Penelitian Mochtar Naim tahun 1967 menunjukkan, dari 2.666 orang penduduk KotoÂgadang, 467 atau 17,5 persen di antaranya adalah lulusan universitas. Di antaranya, 168 orang menÂjadi dokter, 100 orang jadi inÂÂsinyur, 160 orang jadi sarjana huÂkum, dan sekitar 10 orang dokÂtorandus ekonomi dan biÂdang-bidang ilmu kemasÂyaraÂkaÂtan lainnya. Berikutnya pada tahun 1970, sebanyak 58 orang lagi lulus universitas. Dengan prestasi 525 orang lulusan universitas (belum termasuk yang bergelar sarjana muda), KotogaÂdang yang memiliki penduduk kurang dari 3.000 jiwa, menÂcatat rekor tak terkalahkan oleh nagari/desa mana saja, sebagai desa memiliki sarjana terbanyak bahÂkan di negara maju sekali pun saat itu.
Tak heran jika sejumlah tokoh nasional berasal dari Kotogadang, sebut saja Agus Salim, Sutan Sjahril, Syahrir, Ed Zoelferdi dan banyak tokoh nasional/internasional lainnya. Hingga saat ini sudah lebih dari 30 orang putra/putri KotogaÂdang yang menyandang titel proÂfesor, di antaranya adalah Prof. Emil Salim, Prof Dr. NuÂzirwan Acang, Prof Fadil Oenzil, dan lainÂnya. Serta, tak kurang sepuÂluh orang putra Kotogadang juga telah menyandang pangkat jenÂderal/perwira tinggi.
Sabtu tanggal 26 Januari lalu, Nagari Kotogadang kembali menÂcatat sejarah. Menkominfo Ir. Tifatul Sembiring meresÂmiÂkan pemakaian Janjang KotoÂgaÂdang. Janjang (tangga) sepanÂjang satu kilometer ini terinsÂpirasi oleh tembok raksasa China yang terkenal sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. KaÂrena itu, gaya arsitektur janÂjang ini agak mirip dengan tembok rakÂÂsasa (great wall) China. JanÂjang Kotogadang mengÂhubungÂkan Nagari Kotogadang menuju Ngarai Sianok, rute yang meÂmiliki sejarah panjang sejak zaÂman penjajahan dulu.
Objek ini menambahkan lagi seÂbuah ikon bagi pariwisata di SuÂmatera Barat, khususnya KaÂbupaten Agam. Di sisi lain, moÂmentum ini memperlihatkan seÂÂbuah kepedulian dan kekomÂpaÂkan warga Sumatera Barat, baik berada di kampung halaÂman, mauÂpun berada di perantauan. BaÂngunan ini merupakan hasil kerja sama masyarakat Minang yang ada di kampung dan ranÂtau.
Saya menyampaikan aprÂeÂsiasi yang tinggi kepada MenÂkoÂminfo Ir. H. Tifatul Sembiring, kelahiran Bukittinggi 28 September 1961, dari ayah suku Karo Sumatera Utara dan Ibu suku Koto Agam Sumatera Barat yang telah memprakarsai dibaÂnguÂnnya bangunan yang sangat berharga ini. Penghargaan juga disampaikan kepada Ir. Azwar Anas yang memberi ide baÂngunan ini.
Kepedulian terhadap kamÂpung halaman juga dipeÂrliÂhatÂkan oleh kehadiran Prof. Dr. MeuÂtia Hatta, anggota Dewan PerÂtimbangan Presiden dan manÂtan Menteri Urusan PeraÂnan Wanita, Ketua DPD RI IrÂman Gusman, Afrizal, Alirman Sori, anggota DPR RI Refrizal, TasÂlim anggota/wakil DPRD SumÂbar, bupati dan wali kota, Brigjen Boy Rafli Amar dan banyak tokoh lainnya yang turut hadir, tetap bertahan pada acara tersebut, meski Kotogadang malam itu guyur hujan deras.
Kita yakin, Janjang KotoÂgaÂdang akan berdampak positif terhadap Sumatera Barat pada umumnya dan Agam secara khusus. Janjang Kotogadang juga akan memberikan multiplier efek terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Yang lebih penting lagi, kepedulian dan kekompakan warga Minang akan menghasilkan kejayaan Sumatera Barat di masa datang dan mampu menjemput kemÂbali kejayaan Minang Kabau di masa lalu. (*)
Padang Ekspres 1 Februari 2013
1 comment
No ping yet
AM RIZAL S.sos says:
3 Februari 2013 at 12:06 am (UTC 7)
Slamat menikmati sejarah masa lalu dan slamat berjuang membuat sejarah BARU dan slamat datang Perubahan yg lebih baik