Pemprov telah meminta pemerintah masing-masing kota dan kabupaten untuk melakukan pengamatan ke hulu-hulu sungai, plus difasilitasi dengan dana untuk kegiatan tersebut. Jika hal ini telah dilakukan dengan baik, tentu galodo tidak akan terjadi lagi.
Oleh Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Ia masih terbaring lemah di ruang ICU (Intensif Care Unit) rumah sakit M Djamil, setelah beberapa hari sebelumnya mengalami koma. Di tangan kirinya masih terpasang selang infus, sedangkan tangan kanannya hampir seluruhnya tertutup pembalut dan perban, bekas operasi.
Air mata saya nyaris menetes ketika Sugianto (31) bertanya.
“Pak, dima anak jo istri ambo, kok ndak datang kamari? Tentu saja saya sangat terharu dengan pertanyaan itu, sekaligus tak mampu menjawabnya.
Istri tercinta Anto, begitu ia biasa dipanggil, Julianti (26) telah meninggal dunia saat terjadi musibah longsor di Jorong Data Kampung Dadok Nagari Sungai Batang Agam Minggu subuh (27/1) lalu. Begitu juga putri mereka Afri Yeni yang masih berumur 8 tahun, ikut jadi korban dalam peristiwa itu.
Harapan Anto untuk bertemu istri dan putrinya hanyalah harapan yang sia-sia. Putra Anto Muhammad Rian Pratama selamat karena malam itu ia menginap di rumah neneknya. Tim dokter sengaja belum memberitahukan kondisi tersebut kepada Anto, karena kondisinya masih lemah, ia sendiri masih belum bisa mengingat peristiwa apa yang menimpanya dan kenapa ia bisa berada di rumah sakit. Dalam keadaan koma tertimpa material longsoran, Anto dilarikan dari Sungai Batang ke RSU M Djamil Padang.
Bencana memang selalu meninggalkan duka yang mendalam dan sering datang hanya sekejap mata. Bencana yang menimpa jorong yang terletak di lerang bukit di pinggir Danau Maninjau Kabupaten Agam ini menghancurkan 12 unit rumah penduduk dan menelan korban 20 jiwa. Dalam waktu yang hampir bersamaan juga terjadi bencana galodo di Pesisir Selatan dan banjir di Dharmasraya.
Sumatra Barat memang kerap dijuluki ‘etalase bencana’, karena berbagai macam bencana alam bisa terjadi di sini bahkan kerap terjadi. Sebut saja banjir, longsor, galodo, gempa bahkan tsunami telah terjadi dan masih terus berpeluang terjadi di Sumatra Barat. Di satu sisi Sumatra Barat memiliki alam yang subur dan panorama alam yang indah mempesona.
Gunung-gunung dan perbukitan yang menjadi bagian wilayah Sumatra Barat menjadikan daerah ini memiliki panorama yang indah dan dialiri oleh sungai-sungai yang jernih dan lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang subur. Namun di balik semua peluang dan keindahan itu juga tersimpan sebuah ancaman. Semua keindahan dan alam yang subur itu jika tidak dikelola dengan baik justru menimbulkan bencana seperti banjir, longsor atau galodo.
Wilayah Sumatra Barat yang persis terletak pada patahan semangka belahan bumi, menyimpan potensi bencana gempa tektonik yang juga bisa bermuara pada terjadinya tsunami. Gunung-gunung berapi yang masih aktif disamping mendatangkan kesuburan, air yang jernih dan panorama yang indah, sebaliknya juga bisa menimbulkan bencana letusan gunung berapi atau galodo. Itulah sunnatullah, bak dua sisi mata uang, dibalik peluang selalu ada ancaman.
Lalu bagaimana kita menyikapi? Secara umum, bencana alam bisa dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu: 1. Bencana yang bisa dikendalikan dan dicegah dan 2. Bencana yang tidak bisa dicegah dan dikendalikan.
Banjir, longsor dan galodo adalah bencana yang bisa dicegah dan dikendalikan. Banjir bisa dicegah dengan menjaga agar daerah tangkapan air dan daerah penyangga (biasanya berupa perbukitan) suatu kota/desa tidak dirusak, ditanami dengan tanaman tua, pepohonan yang kokoh agar air hujan diserap ke dalam tanah dengan baik sehingga tidak terjadi banjir dan longsor. Selain itu tentu perlu dibuat saluran air dan drainase yang baik, tidak tersumbat sampah.
Sedangkan untuk mengantisipasi galodo dan banjir bandang perlu dilakukan pembersihan dan pengamatan ke hulu-hulu sungai. Galodo terjadi karena terbentuknya embung atau telaga di daerah ketinggian. Suatu saat ketika curah hujan terjadi sangat ekstrim, embung dan telaga ini tak mampu lagi menahan debit air, lalu meletus dalam bentuk galogo/banjir bandang.
Pemprov telah meminta pemerintah masing-masing kota dan kabupaten untuk melakukan pengamatan ke hulu-hulu sungai, plus difasilitasi dengan dana untuk kegiatan tersebut. Jika hal ini telah dilakukan dengan baik, tentu galodo tidak akan terjadi lagi.
Begitu juga dengan bencana longsor. Jika suatu kampung terletak di daerah ketinggian dan di lereng bukit, maka di daerah tersebut harus didominasi dengan tanaman keras/pepohonan untuk menahan longsor. Atau cara lain, jangan membangun rumah di daerah tersebut, cari tempat lain yang lebih aman. Daerah tersebut hanya dijadikan sebagai ladang, bukan tempat untuk menetap/bermukim.
Sedangkan untuk mengantisipasi bencana yang tidak bisa dikendalikan seperti gempa misalnya, adalah dengan membangun rumah yang kokoh dan tahan gempa atau menjauhi lokasi yang menjadi sumber bencana. Untuk mengantisipasi bencana tsunami perlu dibangun shelter-shelter atau jalan-jalan khusus untuk evakuasi jika tsunami terjadi.
Tuhan menciptakan alam begitu sempurna dan dalam keadaan seimbang, prilaku manusialah yang menyebabkan keseimbangan itu terganggu. Kita tak ingin kisah duka seperti Anto dan belasan keluarga lainnya yang kehilangan anak, istri atau suami mereka akibat bencana alam terjadi lagi.
Kita berikan penghargaan kepada Pemerintah Kabupaten Agam yang telah bekerja keras dan sangat serius dalam menangani musibah longsor di Nagari Sungai Batang ini. Kita juga menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada semua relawan yang terjun langsung ke lapangan, baik dari unsur TNI, POLRI, PMI maupun semua lapisan masyarakat yang telah ikut membantu.
Kita juga tentu tak ingin galodo yang memporak-poranda negeri ini terjadi lagi. Cukup sudah kesedihan dan linangan air mata yang tertumpah akibat bencana tersebut. Hal itu tidak boleh terjadi lagi, peristiwa itu harus segera kita antisipasi bersama-sama dengan sekuat tenaga dan upaya.(*)
Singgalang 6 Feb 2013