Kita tentu sedih dan sedikit tersentak dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok serta kebutuhan sehari-hari pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Harga barang-barang tersebut sontak meningkat tajam. Hal serupa sebenarnya selalu terjadi setiap tahun di saat menjelang memasuki bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Namun tahun ini porsinya lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya, karena bersamaan dengan peristiwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Beban tersebut tentu makin dirasakan masyarakat, karena juga bersamaan dengan datangnya tahun ajaran baru. Para orangtua harus mengeluarkan biaya ekstra untuk biaya anak masuk sekolah atau kuliah, mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Para orangtua juga harus menyisihkan sejumlah uang untuk beli buku, peralatan dan seragam sekolah.
Fenomena anomali tersebut memang selalu terjadi setiap tahun selama bulan Ramadhan (puasa). Di saat Allah menganjurkan kita untuk berpuasa, di saat kita hanya diperbolehkan makan dan minum di malam hari, justru pengeluaran keluarga di bulan puasa malah meningkat. Kaum ibu makin mengeluh, karena uang belanja sehari-hari tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama bulan Ramadhan.
Apa yang terjadi? Berdasarkan pengamatan lapangan, memang biasa terjadi penurunan jumlah penjualan beras selama bulan Ramadhan, karena umumnya masyarakat berpuasa. Namun terjadi kenaikan untuk membeli bahan makanan lain. Anggaran lauk pauk justru meningkat, anggaran untuk membeli “pabukoan” yang di hari-hari biasa tidak ada, di bulan puasa justru tinggi secara signifikan.
Maka makin pusinglah para ibu-ibu mengatur uang belanja dapurnya. Di sisi lain, otomatis berlaku hukum ekonomi. Jika permintaan meningkat, sementara persediaan barang terbatas, maka harga otomatis juga akan meningkat. Kondisi ini seperti bak kata pepatah: sudah jatuh ditimpa tangga. Harga barang-barang naik mengikuti kenaikan harga BBM, ditambah lagi dengan meningkatnya permintaan konsumen “menyambut” bulan puasa. Maka laju inflasi makin menjadi-jadi.
Lalu apa solusinya? Solusi yang termudah yang bisa kita lakukan saat ini adalah kembali ke konsep dasar puasa. Puasa kunci dasarnya adalah mengendalikan hawa napsu, mengendalikan sikap dan perilaku, serta meningkatkan ibadah. Dengan mengendalikan hawa nafsu, terutama makan dan minum, insya Allah kita bisa mengendalikan membengkaknya kebutuhan belanja di bulan puasa dan pada akhirnya mampu menekan gejolak harga pasar dan pada akhirnya mampu menekan laju inflasi.
Fenomena bulan puasa yang terjadi selama ini sebaiknya perlu dikoreksi. Puasa tidak lagi sekadar mengurangi konsumsi beras, namun meningkatkan konsumsi bahan makanan lain yang harga jualnya justru jauh lebih tinggi. Kita bisa memilih bahan makanan yang lebih murah, namun tetap bisa memenuhi kebutuhan gizi terutama energi yang dibutuhkan.
Kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta yang dimiliki dan banyak serta mewahnya makanan yang kita makan. Banyak orang yang kaya raya dan hartanya berlimpah, tapi mereka tidak bahagia. Banyak juga orang yang menderita berbagai penyakit, karena makan makanan serba mewah dan berlebihan. Di situlah letak pentingnya pengendalian diri, memperbanyak ibadah (selama bulan puasa) yang membuat jiwa selalu merasa tenang dan tentram. Itulah hikmah berpuasa.
Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Allah akan menunjukkan berbagai jalan (subula) bagi orang-orang yang sabar dan bertakwa. (*)
Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Padang Ekspres 9 Juli 2013