TAK henti-hentinya fitnah dilontarkan orang-orang yang tak bertanggungjawab kepada calon Gubernur Sumatera Barat Prof. Dr. H. Irwan Prayitno Datuk Rajo Bandaro Basa yang bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat tahun 2015 ini. Kali ini, fitnah dilontarkan melalui buku yang berjudul “Fakta Bukan Fitnah, Sumatera Barat di bawah Irwan Prayitno Tanpa Kemajuan”. Pada cover buku tersebut juga mengatasnamakan Forum Pemuda Penyelamat Sumbar dengan penerbit Pelita Pelajar.
Dalam buku yang tidak disebutkan nama pengarang dan penulisnya itu berisikan komentar, analisa, fakta dan bukti, yang tidak sesuai dengan kenyataan. Walau tulisan dalam buku tersebut mengutip beberapa berita dari media, tapi judulnya diganti, tidak berimbang serta tidak menggambarkan sikap profesional seorang penulis, dan kata-kata yang ada dalam tulisan tersebut banyak mengandung unsur fitnah yang dialamatkan kepada badan diri Irwan Prayitno.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6). “Barangsiapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang besar.” (QS. AnNur: 11). “(Ingatlah) ketika kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar.” (QS. An Nur: 15).
Menanggapi fitnah yang terus-terusan dilontarkan kepadanya, Irwan Prayitno terus bersikap sabar, tidak membalas fitnah tersebut. Dirinya lebih banyak meluruskan dalam berbagai kesempatan dan mendoakan agar pembuat fitnah beserta penyebarnya diberi hidayah oleh Allah swt, sehingga segera bertobat. Namun bukan berarti dia tidak boleh menggunakan haknya sebagai warga negara yang dijamin Undang-Undang. Sebagai warga negara, Irwan Prayitno punya hak untuk melaporkan kepada pihak kepolisian orang-orang yang telah memfitnahnya dengan tidak bertanggungjawab.
Kamis (15/10/2015), Irwan Prayitno bersama kuasa hukumnya melaporkan dugaan fitnah dan pencemaran nama baik yang dilontarkan kepadanya dengan nomor laporan LP/354/X/2015-SPKT SBr. Laporan tersebut diterima langsung oleh Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), Kompol Budi Prayitno. Dalam laporan tersebut, Irwan Prayitno melaporkan bahwa telah ada pencemaran nama baik sesuai dengan pasal 310 KUHP dengan barang bukti satu buah buku yang berjudul “Fakta Bukan Fitnah, Sumatera Barat di bawah Irwan Prayitno Tanpa Kemajuan”.
Menurut Irwan Prayitno, sebagai warga negara yang baik, dirinya mengadukan pencemaran nama baik dan fitnah ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat. Barang buktinya berupa sebuah buku yang isinya adalah pencemaran nama baik, fitnah dan ada juga black campaign (kampanye hitam, red). Selain itu, buku tersebut juga mengarah kepada penghasutan. Isi buku tersebut menggambarkan komentar-komentar, analisa-analisa, fakta-fakta dan bukti-bukti yang tidak sesuai dengan kenyataan, walau pun mengutip beberapa media, tapi judulnya diganti atau diambil sepenggal-sepanggal, tidak berimbang sebagaimana profesionalisme wartawan.
Buku tersebut juga berisi komentar dan analisa yang sengaja dibuat untuk mencemarkan nama baik. Irwan Prayitno mengungkapkan, dirinya mengadukan hal tersebut dengan tujuan agar pilkada di Sumatera Barat dapat berjalan dengan bersih, tanpa black campaign, tanpa fitnah, tanpa adanya pelanggaran-pelanggaran aturan dan sebagainya, sehingga terdorong dari keinginan dan harapannya, sebagai pasangan calon dan rakyat Sumatera Barat untuk berjalannya pilkada ini dengan bagus, mulus, sesuai dengan aturan dan menghasilkan sebuah kepemimpinan yang juga menurut hati nurani dan pikiran masyarakat yang dicerdaskan dengan informasi-informasi, bukan berdasarkan black campaign.
“Tentunya ini harapan kita semua, sehingga pilkada yang berdunsanak ini menjadikan suatu harapan menghasilkan kepemimpinan yang berkah, karena proses yang juga jujur. Untuk itu, kami juga menghimbau kepada simpatisan dan tim relawan kami, tidak boleh sama sekali melakukan fitnah, tidak boleh sama sekali melanggar aturan, menjelek-jelekan, apalagi black campaign. Karena itu semuanya, tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga membuat usaha dan proses kita tidak bernilai ibadah, dan tidak menghasilkan keberkahan nantinya. Dan itulah yang harus kita cegah bersama. Oleh karena itu, kami hadir ke sini (melaporkan kasus pencemaran nama baik dan fitnah ke Polda Sumbar, red),” ungkap Irwan lagi.
Buku tersebut, jelas Irwan Prayitno, sudah beredar di beberapa tempat dan dimana-mana. Sebagai contoh di Kota Padang, ada beberapa tempat yang pihaknya mendapat laporan, seperti di salah satu warung di Padang Baru. Selain itu, pihaknya juga mendapati buku tersebut beredar di Padang Pariaman. Namun, yang dilaporkan ke Kepolisian hanya satu laporan yang diterima Irwan. Laporan-laporan lainnya yang diterima tim relawan IP-NA masih banyak. Bahkan, Irwan sudah siap dengan barang bukti dan saksi. Saksi tidak hanya dari tim IP-NA, tetapi juga ada dari tim pihak lain.
Irwan Prayitno berharap, dengan laporan tersebut, pihak Polda Sumbar agar dapat mengusut tuntas siapa pelaku yang mendanai pembuatan buku, mencetak dan menulis serta menyebarkan buku tersebut. Dan segera dapat melakukan proses hukum dan menghentikan penyebaran buku itu yang diduga kini telah beredar luas di tengah masyarakat. Mereka, sesuai dengan Undang-Undang Pidana Umum, yang merupakan pelaku pencemaran nama baik dan fitnah, akan dikenakan sanksi pidana dan ganti rugi.
Ironisnya, ungkap Irwan Prayitno, dalam buku tersebut mencatut bebeberapa berita media yang judulnya sudah diganti dan beritanya dipenggal-penggal, tanpa memuat klarifikasi dari dirinya. Tak hanya itu, buku tersebut juga memuat informasi yang ditambah-tambahkan oleh pengarang dan penulis. Irwan mengajak wartawan dan penulis yang namanya dicatut untuk juga melaporkan kasus ini. Irwan yakin, wartawan dan penulis yang dicatut tidak ada sedikit pun berniat mencemarkan nama baiknya, tetapi berita dan tulisan dari wartawan dan penulis yang dicatut sengaja diambil dan dipenggal sesuai dengan tujuan pelaku.
Faktanya, sebagaimana diketahui oleh wartawan yang setiap hari meliput di gubernuran, Irwan Prayitno selama lima tahun menjadi gubernur tidak pernah tidur siang dalam melaksanakan tugas sebagai gubernur. Sabtu-Minggu dirinya bekerja, tanpa mengenal libur, rapat siang malam, dan malam harinya juga melayani tamu. Hasilnya, di bawah kepemimpinan Irwan Prayitno, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memperoleh 204 penghargaan yang disumbangkan oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Namun dengan buku “kaleng” yang tak jelas penulisnya tersebut, semuanya seakan sirna, dengan ungkapan kata “Di bawah Irwan Prayitno Tidak Ada Kemajuan”.
Irwan Prayitno menyerahkan proses hukum kasus ini kepada kepolisian dan membiarkan polisi yang bekerja. Irwan Prayitno juga menegaskan kalau dirinya telah dizalimi. Tak hanya dirinya, penzaliman itu juga dialami oleh Nasrul Abit, karena pada hari yang bersamaan juga ada demo yang mempermasalahkan ijazah Nasrul Abit. Selain itu, berkali-kali Irwan Prayitno dipanggil Bawaslu terkait laporan, namun semuanya dibatalkan Bawaslu. Laporan juga dilayangkan ke PTUN, dan DPRD Sumbar, sehingga Irwan Prayitno berkesimpulan pihaknya dizalimi dan tidak leluasa sebagai manusia normal sebagai warga negara yang juga punya hak dan kewajiban. Tentu dengan upaya hukum ke kepolisian ini merupakan upaya terakhir yang ditempuh Irwan. Sebab, sebagian besar tim sukses dan beberapa pihak meminta Irwan melaporkan kasus tersebut ke polisi.
Menurut Irwan, dari segi isi buku tersebut bisa didefenisikan sebagai upaya black campaign, karena kampanye hitam itu adalah mengada-ada sesuatu yang tidak ada. Namun pihaknya tidak akan menuduh pesaingnya dalam pilgub kali ini, sebab bisa saja buku tersebut dibuat oleh pihak ketiga atau pihak mana pun yang menghendaki cacat dan ternodanya pilkada di Sumatera Barat. Isi buku tersebut sengaja memutarbalikan pemberitaan yang dibuat wartawan dari beberapa media cetak dan media online.
“Saya tidak akan menggugat wartawan yang menulis berita yang dicatut dalam buku ini. Karena berita di media kami terima dengan benar dan sudah mengikuti kode etik jurnalistik profesional. Yang kami adukan adalah penulis yang mengada-ada, yang menambah-nambah komentar yang tidak betul. Saya juga tak akan membuat buku bantahan, cuma dalam waktu dekat akan ada buku tentang sosok saya yang ditulis oleh wartawan media cetak dan media online. Ibarat jual, ya, yang dijual adalah dagangan kita saja, ibarat lilin, lampu kita saja yang kita nyalakan. Jangan padamkan pula lampu orang, biar tercipta pilkada badunsanak. Pilkada ini hanya sampai desember, persaudaraan kita seumur-umur. Berbeda pilihan, silahkan. Alangkah cantiknya, jika dalam pilkada itu kita tidak dinodai black campaign dan fitnah. Siapa pun yang akan jadi gubernur sudah ada di Lauhul Mahfuzh, apakah saya atau pak MK, tentu masyarakat yang akan menilai,” ujarnya.
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya
Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang/Pimpinan Bara Online Media (BOM) Group
Bentengsumbar.com, 16 Oktober 2015