Pada 18 Mei 2016 lalu, saya melakukan kunjungan kerja di Kabupaten 50 Kota. Ada beberapa agenda yang sudah disiapkan. Seperti menanam padi di lahan baru dan memberikan bantuan kepada petani, serta mengunjungi situs cagar budaya menhir di Jorong Koto Tinggi, Nagari Maek, Kecamatan Bukit Barisan.
Situs ini merupakan peninggalan zaman batu besar atau Megalithikum (1000 tahun sebelum Masehi) yang merupakan peninggalan manusia purba zaman prasejarah. Ada yang menyebut bahwa nenek moyang orang Minang berasal dari sini karena banyaknya benda-benda peninggalan mereka yang masih bisa dilihat hingga sekarang.
Pada zaman batu besar ini batu-batuan itu berubah fungsi di antaranya menjadi tempat pemujaan kepada ‘arwah nenek moyang’ maupun kegiatan sejenis, seperti tempat penyembelihan kepala kerbau sebagai persembahan untuk arwah di depan batu tersebut.
Ada yang menyebutkan bahwa bentuk rumah adat Minangkabau ini merupakan bentuk tanduk kerbau yang masih berkaitan dengan tradisi penyembelihan kepala kerbau di masa prasejarah. Tentu untuk membuktikannya perlu studi yang mendalam.
Mempelajari sejarah melalui benda-benda peninggalan di masa lalu, bahkan masa prasejarah, yang terhampar di alam, bagi sebagian orang bisa sangat menyenangkan dan tidak merasakan waktu berjalan. Dari banyaknya wisatawan yang datang, akan selalu ada wisatawan yang bermaksud serius mempelajari sejarah suatu tempat atau sesuai dengan ilmu yang ia miliki.
Sebagai contoh, saya pernah satu pesawat dengan wisatawan mancanegara yang datang dari pulau Jawa menuju Sumatera dengan maksud melakukan ecotourism yang dalam hal ini di maksudkan sebagai wisata geologi. Mereka ingin mengetahui bagaimana peristiwa terjadinya Ngarai Sianok dan Lembah Harau yang membuat bumi menjadi ‘terbelah’, serta Danau Singkarak dan Danau Maninjau yang diketahui terdapat kandungan sulfur di bawahnya dan diduga terdapat bekas gunung merapi di danau tersebut.
Sumatera Barat sebenarnya banyak memiliki peninggalan sejarah dari berbagai ideologi atau agama dan kepercayaan. Dari Animisme, Islam, Budha, Hindu dan Kristen, masih bisa dilihat benda-benda peninggalan tersebut. Oleh karena itu, berbagai peninggalan atau warisan sejarah ini sudah seharusnya dirawat dan dijauhkan dari pengrusakan maupun kerusakan. Masyarakat, instansi terkait, dan pemerintah setempat, sesuai wewenangnya perlu melakukan perawatan benda-benda maupun bukti sejarah, karena memiliki nilai jual untuk pengembangan wisata sejarah selain nilai edukasi dan nilai sejarahnya itu sendiri.
Pola pikir juga perlu diubah agar berbagai warisan sejarah itu bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemeliharaan dan perlindungan dari kerusakan. Semakin tua usia warisan tersebut maka akan semakin tinggi nilai sejarahnya sehingga perlu dijaga sebaik-baiknya.
Wisata sejarah adalah juga bagian dari pengembangan pariwisata di Sumbar. Karena disadari tujuan wisatawan datang ke Sumbar sangat beragam. Wisata sejarah sesungguhnya memiliki potensi besar yang bisa dikembangkan. Para tokoh nasional yang telah dikenal luas perannya seperti Mohammad Hatta, Buya Hamka, Mohamad Natsir, M. Yamin dan banyak lagi yang lainnya, warisan peninggalan mereka yang masih ada, terutama di Sumbar, adalah salah satu potensi wisata sejarah yang bisa dikembangkan, baik untuk kesejahteraan masyarakat maupun untuk pelestarian nilai sejarah itu sendiri.
Selain itu, berbagai tempat yang memiliki nilai sejarah di Sumbar seperti Nagari Pariangan dan Istano Basa Pagaruyung di Kab. Tanah Datar, ratusan rumah gadang di Solok Selatan, benteng-benteng, bangunan-bangunan warisan Belanda, adalah destinasi wisata sejarah yang tak kalah menarik dan sudah banyak dikunjungi wisatawan.
Pihak swasta, pemuda, masyarakat, bisa terlibat dalam menjaga, memelihara berbagai tempat yang memiliki nilai sejarah ini sekaligus menjadi kegiatan yang mendatangkan profit. Tentunya dengan tidak melanggar aturan yang berlaku. Salah satu contoh adalah Rumah Puisi Taufiq Ismail yang berlokasi di Nagari Aie Angek Kab. Tanah Datar, berdekatan dengan Rumah Budaya Fadli Zon yang berisi koleksi sejarah terkait Minangkabau.
Saya juga mengapresiasi anak-anak muda yang peduli dengan wisata di Sumbar ini, dengan kreativitas mereka turut memajukan wisata Sumbar melalui saluran media sosial, media online, komunitas, dan beragam bentuk dan kegiatan lainnya. Semoga dengan bersama-sama memajukan wisata Sumbar ini, dampak baiknya berupa kesejahteraan bisa kembali kepada masyarakat Sumbar. ***
Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Singgalang, 1 Juni 2016