Akhir Desember 2016 lalu, pemerintahan daerah di Indonesia, termasuk di Sumbar diramaikan dengan pelantikan pejabat eselon 2, 3 dan 4 baru sebagai akibat adanya aturan baru tentang pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pelantikan pejabat OPD baru adalah amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 18Â Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, dan Peraturan Gubernur (Pergub) Sumbar No. 68 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat dan juga Pergub tentang Dinas Daerah, Badan Daerah dan Inspektorat Daerah
Dengan OPD baru ini maka muncul konsekuensi yaitu adanya pengurangan sejumlah jabatan eselon 2 dibanding dengan kondisi sebelumnya. Demikian pula untuk eselon 3, sedikitnya berkurang 56 orang. Serta untuk eselon 4, sedikitnya berkurang 106 orang. Belum lagi jika dimasukkan mereka yang berasal dari luar lingkungan Pemprov Sumbar yang melamar jabatan eselon 2 maupun memiliki potensi untuk masuk ke eselon 3 dan 4. Bisa juga terjadi promosi sehingga menambah deret pejabat yang nonjob.
Dengan kondisi yang demikian, maka banyak pejabat sebelumnya yang tidak lagi menjabat karena OPD baru ini. Saya bisa memahami berbagai rasa yang berkecamuk pada diri mereka, baik yang masih tetap menjabat, tidak lagi menjabat, maupun baru menjabat. Namun inilah sebuah konsekuensi dari aturan baru yang ada. Semoga peristiwa ini bisa dipahami sebagai sebuah ketentuan Allah SWT terhadap karir kerja kita. Dalam kehidupan manusia, kita tidak bisa melawan ketentuan Allah SWT.
Perubahan posisi jabatan pun bisa berubah cepat dengan berbagai pertimbangan. Sebagai contoh, ada tiba-tiba nama yang dihapus menjelang pelantikan padahal sudah tertulis namanya di Surat Keputusan (SK). Ada pula yang tidak ada namanya di SK tiba-tiba masuk ke dalam nama calon pejabat yang akan dilantik. Dinamika seperti ini sesungguhnya merupakan ketentuan Allah SWT. Apalagi jika kita menganggap jabatan itu adalah amanah Allah SWT.
Allah SWT berfirman yang artinya, “Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.†(QS. Ali Imran: 26).
Oleh karena itu, syukuri dan jalani dengan baik amanah jabatan bagi yang sudah dilantik, dan terima dengan ikhlas bagi yang tidak lagi menjabat. Karena sesungguhya boleh jadi ada kebaikan yang tidak kita ketahui saat ini, kelak Allah SWT akan tunjukkan melalui hikmahNya.
Jabatan adalah amanah dari Allah. Namun demikian, dalam proses memberikan amanah kepada seseorang, telah dilakukan mekanisme profesional berupa seleksi seperti penilaian kompetensi, kecukupan jenjang kepangkatan, profesionalitas, kapabilitas dan kapasitas. Mekanisme seperti ini dalam rangka mengikuti sunnatullah bahwa hasil terbaik diperoleh dari pemilihan dengan proses yang baik pula. Karena jika tidak mengikuti sunatullah, amanah itu akan menjadi sia-sia.
Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari kiamat (kehancuran).†Abu Hurairah bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakan menyia-nyiakan amanah itu?†Beliau menjawab, “Jika satu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah hari kiamat (kehancuran).†(HR. Bukhari).
Hadits ini senada dengan Firman Allah SWT dalam surat Al Ahzab ayat 72 yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.â€
Oleh karena itu ada dua sisi yang harus dilihat dalam memandang amanah (jabatan) ini. Pertama, bahwa jabatan adalah amanah dari Allah SWT yang kelak dipertanggung jawabkan baik di dunia dan akhirat. Kedua, jabatan adalah amanah yang harus ditunaikan dengan benar dan penuh tanggung jawab karena sudah melewati proses seleksi guna mendapatkan hasil terbaik sehingga diharapkan mampu memberikan kebaikan kepada masyarakat banyak.
Mengakhiri tulisan ini, sebagai manusia kita tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi esok hari. Namun kita harus optimis menjalani kehidupan karena di balik duka ada suka, di balik sedih ada senang, yang artinya hidup itu memiliki dinamika. Demikian pula jabatan. Mungkin hari ini seseorang diberikan jabatan, namun bulan depan atau tahun depan jabatan itu mungkin lepas. Atau hari ini seseorang tidak memiliki jabatan, namun beberapa bulan kemudian atau mungkin beberapa tahun kemudian di diberikan jabatan. Oleh karena itu, tidak perlu sombong ketika menjabat dan tidak perlu sedih ketika tidak menjabat. Sebaliknya, laksanakan amanah jabatan sebaik-baiknya agar ketika Allah SWT kehendaki jabatan itu lepas, maka kita sudah melaksanakan yang terbaik. Jalani hidup dengan ikhlas agar Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik bagi kehidupan kita. ***
Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Singgalang, 11 Januari 2017