Jika melihat lagi ke belakang, alhamdulillah dunia transportasi Sumbar mengalami perkembangan yang positif. Dalam hal ini kereta api. Pada 22 Maret 2019 Menteri Perhubungan Budi Karya meresmikan stasiun Naras di Pariaman yang merupakan bagian dari program reaktivasi stasiun/jalur kereta api di Sumbar. Kemudian pada 21 Mei 2018 Presiden Joko Widodo meresmikan beroperasinya kereta bandara Simpang Aru – BIM, yang merupakan kereta bandara ketiga di Indonesia.
Lalu pada 2 April 2019 kami bersama Kadis Perhubungan Sumbar dan staf melakukan rapat dengan Dirjen Perkeretaapian, para direktur dan staf di Jakarta. Hal ini merupakan tindak lanjut kunjungan Menteri Perhubungan ke Padang pada 22 Maret 2019 lalu. Saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada pemerintah pusat yang sudah memberikan dukungan nyata kepada Sumbar untuk mengembangkan dan mereaktivasi jalur kereta api.
Beberapa contoh pengembangan atau reaktivasi yang sudah dilakukan dan tengah berjalan di antaranya jalur ke Kayu Tanam, peresmian Stasiun Naras yang akan dikembangkan ke Sungai Limau, persiapan rute Simpang Aru – Pulo Aia yang akan tembus ke Teluk Bayur dan Indarung. Kemudian juga peningkatan rel untuk jalur Padang Panjang – Bukittinggi.
Dan kelak, kereta bandara akan berangkat dari Indarung, Teluk Bayur, dan Pulo Aia. Di samping itu di Padang akan ada penambahan stasiun, yaitu Pasar Alai dan Basko. Ke depan juga akan dibangun stasiun UNP di Kayu Kalek. Yang juga akan menarik adalah, reaktivasi jalur Lembah Anai dengan teknologi Metro Kapsul.
Namun demikian, dalam merealisasikan program reaktivasi jalur/stasiun kereta di Sumbar tetap muncul opini pro dan kontra. Baik di kalangan penentu kebijakan, elit maupun akar rumput. Pro dan kontra yang muncul adalah seputar perlu atau tidak pengembangan kereta api di Sumbar.
Beberapa pendapat yang kontra di antaranya adalah, kereta api akan banyak melewati daerah banyak penduduk sehingga akan menimbulkan banyak kecelakaan. Kemudian, pengoperasian kereta api memerlukan banyak subsidi agar harga tiketnya bisa dijangkau masyarakat, sehingga tidak mendapatkan untung.
Selain itu, pembukaan jalur lama memerlukan kerja keras. Tidak hanya jalur yang sudah dimiliki oleh pemerintah, tetapi juga pelebaran jalur. Keduanya akan menghadapi atau berurusan dengan masyarakat yang sudah menempati jalur tersebut dan masyarakat yang tanahnya akan dibebaskan.
Opini kontra lainnya adalah, pembangunan stasiun kereta yang hanya beberapa titik tidak bisa dijangkau masyarakat pengguna kereta dengan mudah dan cepat. Berbeda dengan transportasi publik lainnya yang bisa lebih dekat dengan tujuan atau asal penumpang. Apalagi jika dibandingkan dengan kendaraan pribadi.
Selain itu, waktu kedatangan dan keberangkatan kereta api sudah diatur sedemikian rupa, sehingga penumpang akan menghabiskan waktu lebih lama. Kereta api juga tidak bisa mengangkut barang dan menjangkau daerah pelosok.
Demikianlah berbagai opini kontra terkait pengembangan transportasi kereta api. Pendapat demikian tidaklah salah, karena memang faktanya seperti itu. Dan kebijakan pemerintah yang terkait langsung dengan hajat hidup masyarakat seperti transportasi atau infrastruktur memang tidak bisa 100 persen positif. Karena akan ada pihak yang menganggap sebagai hal negatif .
Misalnya saja, pembangunan atau pembuatan jalan baru yang sangat dibutuhkan masyarakat, akan mengambil tanah masyarakat. Bahkan bisa juga mengena kepada rumah, toko atau tempat mencari nafkah. Jika jalan barunya di pelosok nagari atau desa, maka akan ada lahan pertanian dan rumah penduduk yang diubah menjadi jalan. Dari contoh kecil ini saja sudah terlihat bahwa suatu kebijakan memang tidak akan bisa 100 persen dianggap sebagai hal positif.
Kemudian, masih tentang pembuatan jalan baru atau pembangunan jalan, akan diikuti kemunculan transportasi umum/swasta seperti angkot dan bus, yang kemudian menyebabkan kemacetan di titik-titik tertentu. Jalan yang bagus juga mendorong orang untuk memiliki kendaraan pribadi sehingga jalanan pun di waktu tertentu penuh dan macet. Ini juga dampak dari pembangunan jalan. Artinya, akan selalu ada hal yang dianggap negatif akibat suatu kebijakan. Bahkan dampak yang lebih buruk pun bisa terjadi, seperti banyaknya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan kendaraan roda dua atau roda empat serta polusi udara dari kendaraan.
Jika melihat sisi negatif atau dampak negatif dari suatu kebijakan, memang akan memunculkan cara pandang pesimis. Padahal jika dilihat juga sisi positif atau dampak positifnya akan menjadikan masyarakat lebih semangat merespons kebijakan tersebut. Apalagi kebijakan yang sebenarnya bisa diminimalkan dampak negatifnya, dan dimaksimalkan dampak positifnya.
Salah satu kebijakan tersebut adalah pengoperasian jalur kereta api. Jika kita melihat kota-kota negara-negara maju, transportasi andalannya adalah kereta api. Seperti Tokyo, London, Paris, New York, Sydney. Karena bisa mengangkut penumpang secara massal dan cepat tanpa hambatan, serta terhindar dari kemacetan. Bahkan jalur kereta bawah tanah di berbagai negara maju dibuat beberapa tingkat ke bawah untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat menggunakan kereta api. Dan faktanya, penumpang pun banyak sehingga berdesakan di dalam kereta di waktu-waktu tertentu.
Untuk mengakomodasi kebutuhan akan kereta, maka jenisnya pun disediakan beragam. Ada MRT, LRT, monorail, trem, komuter, kereta cepat, kereta super cepat, dan dari segi jalur ada yang di bawah tanah, melayang, atau di tanah. Banyaknya jenis kereta tersebut mengindikasikan semakin kompleksnya kebutuhan kereta untuk para penumpang yang juga menginginkan kereta yang sesuai kebutuhan mereka.
Meskipun kebutuhan akan kereta di Sumbar belum seperti di negara maju, namun dengan melihat pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi yang menjadikan jalanan di Sumbar semakin sering mengalami kemacetan, maka kereta api akan menjadi alternatif yang prospektif.
Belajar dari perkembangan kereta api di jabodetabek, yang diawali pembenahan kereta komuter, kemudian muncul MRT bulan Maret lalu, dan sebentar lagi LRT. Maka pembenahan dan reaktivasi jalur kereta di Sumbar sesungguhnya merupakan hal yang urgen.
Pembenahan kereta komuter jabodetabek ternyata mampu meningkatkan jumlah penumpang dari 100 juta lebih penumpang di 2006 menjadi 300 juta lebih penumpang di 2018 . Dan keberadaan MRT di Jakarta yang baru beroperasi ternyata sudah tembus lebih 70.000 penumpang perhari. Insya Allah, pembenahan jalur/stasiun kereta api di Sumbar juga akan menjadi pilihan banyak masyarakat, terutama untuk kereta Sibinuang yang sudah tembus 1 juta penumpang pertahun dan kereta bandara. Dan akan disusul kereta jalur lainnya. ***
Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Singgalang, 11 April 2019