Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang dilakukan pada Januari 2021 merupakan aplikasi dari Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri terbaru, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. SKB tersebut memberikan kewenangan kepada kepala daerah (provinsi, kota, kabupaten) untuk membuka pendidikan dengan pelaksanaan PTM dengan persyaratan.
Saat ditemukannya Covid-19 di Indonesia, 2 Maret 2020, dan ditemukan di Sumbar pada 26 Maret 2020, kegiatan pembelajaran di Sumbar sudah mulai dilakukan secara daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kemudian saat pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Sumbar, kegiatan pembelajaran juga dilakukan secara daring, tidak tatap muka. Meskipun ada daerah yang melakukan pembelajaran tatap muka karena memenuhi persyaratan.
Ketika penerapan PSBB di Sumbar selesai pada Juni 2020, keluar SKB 4 Menteri yang membolehkan pembelajaran tatap muka di zona hijau. Zona hijau adalah daerah yang penduduknya tidak terkena virus Covid-19. Di Sumbar ada beberapa daerah yang masuk kategori zona hijau waktu itu. Sehingga bisa melakukan PTM.
Daerah zona hijau kemudian berubah menjadi zona kuning karena ada yang terkena virus Covid-19. PTM pun ditutup, diubah menjadi PJJ. Seiring berjalannya waktu, pada Agustus 2020 keluar lagi SKB 4 Menteri yang membolehkan daerah zona hijau dan zona kuning melakukan PTM. Beberapa sekolah di Sumbar yang berada di zona kuning pun mulai melakukan PTM.
Kini, SKB 4 Menteri terbaru yang membolehkan PTM dengan syarat, tidak lagi menyebut zona. Artinya, seluruh zona boleh menerapkan pembelajaran tatap muka selagi bisa memenuhi persyaratan.
Uraian di atas adalah potret kebijakan di bidang pendidikan di masa darurat pandemi. Di mana bisa dimaklumi terjadinya perubahan kebijakan seiring berjalannya waktu. Tujuannya adalah, pendidikan bisa berjalan dengan baik di tengah kondisi yang sulit.
Berdasarkan kegiatan yang sudah dijalankan, pembelajaran daring atau PJJ ternyata tidak bisa memenuhi target yang ditetapkan. Perkembangan dan kebutuhan psikososial tidak tercapai. Beberapa aspek lain dalam pendidikan juga tidak tercapai.
Pembelajaran daring memang akan permanen. Tetapi bukan berarti tidak dilakukan PTM. Penggabungan PTM dan PJJ pada saat ini adalah hal yang bisa dilakukan dengan melihat pelaksanaan sebelumnya yang cenderung PJJ.
Kebijakan pemerintah tentang pembelajaran bagi siswa bertujuan untuk melindungi kesehatan siswa di satu sisi, dan di sisi lain pembelajaran tetap bisa berjalan di masa pandemi. Saat ini PTM dibuka kembali. Namun bagi orang tua yang tidak setuju PTM dan memilih PJJ, sekolah akan menyiapkan PJJ. Meskipun PJJ menjadi pilihan paling aman, namun PTM bisa dilakukan ketika kondisi mendukung. Karena bagaimanapun PTM dibutuhkan untuk perkembangan psikososial.
Bagi sekolah yang melaksanakan PTM, ketentuannya ketat. Jumlah jam tatap muka maksimal 3 jam, jumlah siswa dalam kelas juga tidak banyak, 18 orang untuk SMA dan 16 orang untuk SMP atau maksimal 50% kapasitas kelas. Thermogun pengukur suhu juga harus disediakan, wajib memakai masker tiga lapis, disediakan tempat cuci tangan, kantin ditutup, salat diupayakan di rumah, mencegah terjadinya kerumunan. Orang tua mengantar dan menjemput anaknya ke sekolah. Selain itu, mendapat persetujuan komite sekolah, atau perwakilan orang tua atau wali. Memiliki pemetaan warga satuan pendidikan yang memiliki atau dengan kriteria tertentu. Mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan. Ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan.
Dengan syarat yang ketat, kekhawatiran tetap akan ada. Misalnya, siswa akan berkumpul dengan temannya sehingga membuat kerumunan, meskipun jumlah siswa dibatasi. Jika ada siswa yang terkena virus, maka orang tua tidak perlu khawatir, tapi tetap perlu mendampingi anak. Dari data anak yang pernah terkena virus Covid-19, alhamdulillah bisa pulih kembali. Tapi yang perlu dikhawatiri jika anak yang positif pulang ke rumah, di rumah ada orang yang sudah berumur atau yang memiliki komorbid. Di sinilah potensi penularan terjadi.
Prof. Wiku Adisasmito, juru bicara Satgas Nasional Penanganan Covid-19 dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam webinar yang kami ikuti menyatakan bahwa membuka pendidikan memiliki risiko tinggi bagi kesehatan dan manfaatnya rendah bagi ekonomi. Walapun di sisi lain menutup sekolah juga mempengaruhi ekonomi para pedagang kecil yang ada di sekolah. Tapi jika benar-benar diperhatikan, membuka sekolah lebih besar risikonya terhadap kesehatan dan kecil manfaatnya terhadap ekonomi.
Agar jalannya pendidikan bisa mencapai tujuan yang diinginkan di masa pandemi, maka yang utama adalah siswa dan guru selalu mematuhi protokol kesehatan di sekolah dan di rumah, serta selama perjalanan dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Sehingga PTM bisa memenuhi tujuan yang diinginkan sekaligus aman covid. Jangan sampai, adanya PTM justru timbul klaster baru atau bertambah jumlah orang yang positif covid.
Kebijakan membuka sekolah adalah sebuah dilema. Namun PJJ terus-menerus tidak juga bagus, seperti yang sudah dilakukan hampir setahun belakangan. Oleh karena itu orang tua dan pihak sekolah harus selalu memperhatikan kondisi anak dan siswa. Terutama agar tidak melakukan kegiatan berkerumun dan selalu mematuhi protokol kesehatan. Sehingga siswa bisa tetap produktif belajar dan terhindar dari Covid-19.
Insya Allah, syarat yang ketat untuk membuka sekolah melakukan PTM bisa membantu untuk menghindari siswa, guru, dan pihak terkait dari terkena virus Covid-19. Belajar dari negara lain, munculnya klaster sekolah setelah sekolah dibuka memberi dampak negatif di negara tersebut. Dan akhirnya sekolah ditutup untuk PTM. Semoga hal seperti itu tidak terjadi di negeri kita. Karena sudah dilakukan persiapan dan juga antisipasi menghadapi berbagai kemungkinan. Jika kita kompak, insya Allah PTM bisa berjalan aman dan lancar. ***
Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Harian Padang Ekspres 6 Januari 2020