«

»

Jadi Kepala Daerah, Siap Berkorban

8 Februari 2021

Pilkada serentak baru saja usai. Kini kita masih menunggu hasil sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Yang tidak bersengketa, segera akan dilantik sesuai jadwal. Sedangkan yang bersengketa di MK, kemungkinan akhir Maret atau awal April akan dilantik. Mari kita tunggu saja hasilnya.

Setiap pilkada, termasuk pilkada 2020 diikuti banyak calon. Sebetulnya yang berminat ikut pilkada lebih banyak lagi. Tapi ada yang tidak mendapatkan kendaraan politik (partai pengusung) atau alasan lain yang membuatnya batal maju sebagai calon. Jika melihat dari banyaknya calon dan juga peminat, hal ini menunjukkan bahwa kepala daerah merupakan jabatan yang cukup menjanjikan.

Jabatan kepala daerah menjadi sangat menjanjikan, mungkin saja. Tapi yang pasti untuk menjadi kepala daerah, banyak hal yang harus disiapkan. Tidak saja siap uang, tapi juga siap waktu, siap mental, siap fisik, siap dikritik, siap difitnah dan banyak lagi yang harus disiapkan dan juga dikorbankan.

Jabatan kepala daerah bagi masing-masing kita mungkin memiliki persepsi berbeda. Apakah jabatan tersebut menjanjikan? Jawabannya tentu beragam sesuai dengan niat dan persepsi masing-masing. Yang pasti, menjadi kepala daerah memiliki banyak kewenangan sekaligus tanggung jawab. Dengan menjadi kepala daerah, bisa berbuat lebih banyak untuk kesejahteraan masyarakat. Serta menghasilkan kemaslahatan bagi orang banyak. Tentu ada juga yang memandang kepala daerah sebagai jabatan yang menyenangkan dengan segala fasilitas yang didapat. Atau ada yang senang dengan protokoler yang dimiliki kepala daerah. Persepsi senang atau tidak senang menjadi kepala daerah, dikembalikan kepada masing-masing kita.

Tapi bagaimana fakta yang sebenarnya? Faktanya, menjadi kepala daerah mesti siap berkorban. Dari segi waktu, sudah pasti punya banyak kesibukan agenda kegiatan. Pada hari kerja, Senin hingga Jumat, bekerja di kantor, seperti mengikuti rapat, membaca dan menandatangani surat, menerima tamu dan kegiatan rutin lainnya. Apabila di waktu kerja tidak cukup waktu, maka pada malam hari atau Sabtu dan Minggu dimanfaatkan untuk menyelesaikan semua pekerjaan kantor. Rasanya pekerjaan di kantor tidak bisa habis di selesaikan di hari kerja, hingga sering dikerjakan di waktu malam atau libur, seperti disposisi surat-surat atau menandatangani surat-surat.

Pada Sabtu dan Minggu, biasanya banyak undangan masyarakat yang harus dipenuhi. Di antaranya acara olah raga, adat seni budaya, keagamaan, pertanian, pernikahan, acara organisasi dan berbagai acara yang diadakan berbagai organisasi. Juga acara pemuda, alek nagari hingga acara berbagai komunitas.

Selain itu, kesibukan dengan media dan bersosialisasi, bisa memakan waktu tersendiri seperti menghadiri acara di radio, televisi untuk wawancara, talk show, seminar, dan lain-lain. Tentu kepala daerah tidak saja bekerja di kantor, tapi juga keluar kantor untuk melakukan kunjungan kerja dan acara peresmian. Acara ke luar kota juga sering dalam rangka mengikuti rapat di Jakarta. Sementara itu, dari segi waktu, kepala daerah pasti sangat sibuk. Sehingga tidak ada waktu rehat kalau semua undangan atau acara dipenuhi.

Kemudian bagaimana dengan uang yang didapat seorang kepala daerah dan juga pengeluarannya? Berbicara pengeluaran, tentu banyak. Setiap kunjungan ke daerah, ada saja proposal yang masuk. Proposal pembangunan, proposal kegiatan, proposal bantuan dan berbagai bentuk proposal lainnya. Hibah dari pemerintah untuk proposal ini mesti memenuhi syarat dan harus dianggarkan dulu, dan baru tahun depan bisa direalisasikan. Sehingga proposal yang mendesak mesti dipenuhi dari dana pribadi.

Begitu juga permintaan tanpa proposal, pasti ada. Baik yang datang ke kantor, saat bertemu muka atau berkirim pesan via sms/WA. Alasan pribadi atau timses biasanya seputar untuk pendidikan anak, kesehatan, bantuan ekonomi dan lainnya. Bantuan seperti ini sulit dibantu oleh anggaran pemerintah. Biasanya dana pribadi yang bisa memenuhinya. Akhirnya “ndak panuah ka ateh, panuah ka bawah”, artinya berapa bisa saja yang dibantu. Pengeluaran dana sebagai kepala daerah begitu banyak untuk menunjang kegiatan operasional.

Sebagai gambaran umum, pendapatan kepala daerah di Sumbar tidaklah seberapa apabila dibanding dengan pendapatan kepala daerah di Jawa yang APBDnya jauh lebih besar dari kita di Sumbar. Memang untuk besaran gaji semua kepala daerah se Indonesia sama. Gaji gubernur Rp 8.747.900/bulan, gaji wali kota sekitar Rp 6.645.362/bulan, sedangkan gaji bupati sekitar Rp. 6.479.956/bulan. Gaji wakil kepala daerah lebih kecil dari gaji kepala daerah.

Selain gaji,  kepala daerah juga mendapat insentif dari pajak. Besarannya tergantung PAD daerah masing-masing. Sebagai gambaran, di kota sekitar Rp.15.623.925/bulan, sedangkan kabupaten sekitar Rp.12.219.000/bulan. Ada juga biaya operasional untuk membantu kegiatan kepala daerah. Sebagai contoh, untuk biaya operasional wali kota berkisar Rp 20.000.000/bulan dan bupati sekitar Rp.26.113.800/bulan. Memang makanan, pakaian, kendaraan, rumah sudah disediakan pemerintah. Tapi untuk biaya kesehatan kadang harus menambah sendiri bila rawat inap, karena kepala daerah mendapat fasilitas BPJS kelas 2.

Dengan pengeluaran dan pendapatan yang kurang seimbang, bisa saja kepala daerah mencari jalan lain untuk memenuhi kebutuhan operasional dan memenuhi proposal yang begitu banyak. Sehingga kadang bisa melanggar aturan yang berakibat masalah hukum. Sehingga tidak sedikit kepala daerah yang terkena jerat penegak hukum.

Idealnya memang pemerintah memberi gaji atau tunjangan yang mencukupi untuk kepala daerah. Selain itu semua kebutuhan operasionalnya dibiayai pemerintah. Terkait proposal, Kemendagri sebaiknya membuat aturan yang mudah bagi kepala daerah dalam membantu masyarakat.

Untuk kondisi saat ini, menjadi kepala daerah memang harus siap berkorban. Putera terbaik daerah yang berminat menjadi kepala daerah dan yang terpilih menjadi kepala daerah sudah harus siap menghadapi kenyataan ini. Jiwa mengabdi dan berkorban untuk membangun daerah harus menjadi niat utama dan pertama saat berkeinginan menjadi kepala daerah. Karir atau usaha yang dimiliki sebelumnya pun akan terhenti saat jadi kepala daerah. Bila berniat lain selain untuk mengabdi dan berkorban bagi rakyat, pertimbangkan kembali niat tersebut. Renungkan kembali rencana menjadi kepala daerah. Karena menjadi kepala daerah harus siap berkorban.

Mari kita doakan, semoga semua kepala daerah yang terpilih di pilkada serentak kemarin, diberikan kekuatan oleh Allah Swt dalam menjalankan amanah. Sehingga sukses dan lancar hingga akhir jabatannya. Tak lupa juga kita doakan kepada kepala daerah yang masih menjabat, semoga selalu diberi kekuatan dan kesehatan oleh Allah Swt dalam mensejahterakan rakyat. Amin. ***

Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar

Harian Singgalang 8 Februari 2021