Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyatakan, tim Lemhannas datang ke Sumbar mencari masukan-masukan tentang kearifan lokal bagaimana sikap dalam penyelesaian masalah kerukunan beragama di daerah ini.
Oleh karena itu tim mendatangi gubernur dan tokoh-tokoh agama serta adat di daerah selama tiga hari ke depan, sekaligus akan menggelar fokus group diskusi untuk mendengarkan pandangan dari berbagai elemen nantinya.
“Sepanjang yang saya ketahui sudah dijelaskan kepada tim, pada hari berikutnya rombongan akan mendatangkan tokoh-tokoh non formal, termasuk elemen pemuda,” ujarnya.
Dalam dialog dengan tim Lemhannas tersebut Gubernur Irwan Prayitno menjelaskan, penduduk Sumbar secara etnis 98 persen dari suku Minang, sisanya suku lainnya yang dominannya di Kepulauan Mentawai.
Menurut dia, kalau dilihat dan didengar selama ini dimanapun berada orang Minang tampil sebagai mediator, fasilitator dan pencari solusi dan tak pernah menjadi pemicu suatu konflik. Orang Minang identik dengan Islam dan karakternya melekat dengan filosofi adat istiadat yang dianut, sesuai dengan pepatah/pribahasa “Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”, artinya harus pandai menempatkan diri.
Irwan juga mengatakan, orang Minang tak mau berhadapan secara otot atau fisik, karena karakter yang sudah melekat menggunakan otak/pikiran, maka tokoh Minang sejak perjuangan kemerdekaan menonjol di bidang politik karena lihai dalam diplomasi.Kaitan dengan kerukunan umat beragama terlihat masyarakat egaliter dan demokratis, karena model musyawarah yang menonjol mungkin di Sumbar, setiap masyarakat harus dilibatkan yang istilahnya “disatokan sakaki”.
Selain itu, masyarakat Minang juga pragmatis yang sarat dengan rasionalitas, karenanya paham-paham ekstrim tidak berkembang di Sumbar, jika dalam daftar teroris ada yang berdarah Minang mereka sudah keluar dari akar Minangkabaunya.
Gubernur juga menyampaikan soal peran tokoh secara struktural atau non formal di masyarakat sangat berpengaruh karena dalam sistem kepemimpinan di Minang sesuai petatah “didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting”. Dalam artian pimpinan dihormati, dan arahan akan diterima sepanjang rasional, jika kurang atau tak rasional bisa saja dipertanyakan masyarakat dan bahkan menolaknya, ungkapnya.
Tim sosial dan Budaya dari Lemhannas RI mencari masukan dari berbagai pemangku kepentingan di Sumatera Barat, guna mempelajari kearifan budaya lokal soal Kerukunan Umat Beragama (KUB) di daerah ini. Hal ini terungkap saat tim Lemhannas audensi dengan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno didampingi Kepala Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Kesbangpol Zulnadi di gubernuran, Senin siang (13/5).
Tenaga Ahli Bidang Sosial Budaya Lemhanas Sudaryono mengatakan pemilihan Sumbar sebagai daerah untuk kajian penanganan kerukunan umat beragama melalui budaya kearifan lokal, karena dilihat peran tokoh non formalnya masih menonjol dan sangat berpengaruh terhadap masyarakat.
Justru itu ingin dipelajari pola-pola serta bagaimana pemerintah daerah bekerja sama dengan tokoh-tokoh non formal. Terkait, di daerah lain peran tokoh non formalnya sudah jauh menurun dan peran tokoh formalnya tak mengakar di masyarakat sehingga ketika ada persoalan sulit mencari penyelesaian.
Kondisinya berbeda dengan di Sumbar masih dipecaya dan tokoh formal ada yang mengakar di masyarakat, sama halnya dengan di Bali tetapi dominan Hindu dan di Sumbar dominan penduduknya muslim. Oleh karena itu, maka dalam survei ini lebih banyak mendengar dari parah tokoh-tokoh dan mendatangi kelompok masyarakat melihat faktanya di lapangan. Penyelesaian dan menegakan KUB membutuhkan semua peran tokoh, pemuda dan organisasi masyarakat, bukan semata peran pemerintah daerah, ujarnya.