«

»

Dirikan Perguruan Islam, Cetak Generasi Berkarakter

7 Agustus 2015

Padang, Singgalang
Dengan fasih, anak-anak itu melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an. Mereka membaca beberapa ayat pendek. Kalau tak terbatas waktu, di antaranya bisa membaca ayat yang lebih panjang. Bahkan, ada yang sudah hafal juz 30. Padahal, anak-anak itu baru duduk di bangku sekolah PAUD. Mereka, anak-anak PAUD/TKIT Adzkia yang diwisuda beberapa waktu lalu.

Adzkia adalah perguruan Islam yang ternama di Kota Padang. Lembaga pendidikan ini mengelola sekolah dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi. Kampus utama di kawasan Taratak Paneh Kuranji, Padang. Beberapa sekolahnya juga tersebar di sejumlah daerah di Sumbar. Prestasi lembaga pendidikan ini sudah menasional. Beberapa waktu lalu, SDIT Adzkia mendapat penghargaan Adiwiyata Mandiri dari Presiden Joko Widodo.

Besarnya Adzkia seperti saat ini tidak terjadi sertamerta. Di baliknya, ada Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno yang merintis berdirinya perguruan Islam ini. Irwan mendirikan Adzkia dengan sebuah idealisme membangun pendidikan modern berbasis Islam untuk melahirkan generasi Qur’ani yang berahklak mulia. Berbekal idealisme itu, Irwan membangun Adzkia dengan perjuangan keras tanpa kenal lelah. “Adzkia saya dirikan dengan uang Rp15 ribu, waktu itu saya dapat mencetak brosur sebanyak satu rim, kemudian dibagikan ke sekolah-sekolah yang ada di Kota Padang,”kenang Irwan mengingat perjuangannya membesarkan Adzkia.

Setelah susah-payah menamatkan kuliah di Universitas Indonesia (UI), Irwan langsung pulang kampung. Di Padang Irwan mendirikan bimbingan belajar yang kemudian menjelma menjadi Yayasan Pendidikan Islam Adzkia dengan aset Rp70 miliar saat ini. Sebenarnya, sesampai di Padang, Irwan bisa langsung masuk zona nyaman. Sebuah BUMN besar di Padang siap menerimanya memulai karir sebagai karyawan. Tapi, Irwan memilih jalan lain. Ia pejuang, merintis impiannya membangun dunia pendidikan di kampung halaman.

Jiwa pejuang itu sudah tumbuh di dalam diri Irwan sejak dini. Semasa kuliah, ia terlibat dalam banyak kegiatan. Mulai mengajar, berdakwah, berdiskusi, serta mencari nafkah untuk menghidupi keluarga yang baru dibina bersama Hj. Nevi Zuairina tahun 1985 dengan tanpa modal apa-apa. Karena seambrek kegiatan itu, Irwan mesti menamatkan pendidikan S1-nya lebih lama, yaitu enam tahun, sejak 1982 hingga 1988.

Begitu lulus sarjana psikologi UI yang terngiang di pikirannya justru ingin berdakwah. Keyakinan untuk terus berdakwah, menurutnya, bila dilandasi dengan nawaaitu demi menggapai Islam kaffah akan menjadi besar. Semangatnya bersama teman-teman lalu terdorong untuk membangun lembaga pendidikan Adzkia (yang artinya kecerdasan) untuk dakwah pendidikan, serta Yayasan Al-Madani untuk mengurusi dakwah sosial. Hidup Irwan kemudian dipenuhi warna-warni Adzkia.
Brosur telah disebar ke sekolah-sekolah di Kota Padang, Irwan berhasil mendapatkan murid dua lokal. Sebanyak 80 siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan Adzkia. Tidak memiliki gedung sendiri, Adzkia menyewa gedung PGAI, dengan syarat uang sewanya dibayarkan bulan berikutnya setelah siswa didapatkan.”Awalnya cuma empat jurusan, setelah itu terus berkembang, banyak peminat, saya memilih untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak,”ujarnya.

Langkah itu berjalan lancar, siswa didapat, sewa gedung juga sudah dibayarkan. Ada empat jurusan yang dibuka, Fisika, Matematika, Biologi dan Kimia. Sementara tenaga pengajarnya juga hanya empat orang, diantaranya, Prof Syukri Arief, Mahyeldi Ansharullah yang sekarang menjabat Walikota Padang. Mereka pada umumnya berasal dari perguruan tinggi ternama seperti, IPB, UGM, Unand dan dirinya dari UI.

Tempat belajar juga menjadi berpindah-pindah. Pertama di PGAI pindah ke jalan Raden Saleh, Jalan Diponegoro, pindah lagi ke Belakang Olo, Simpang Dhamar. Setelah itu Irwan mendapatkan tanah wakaf dari ibunya di Taratak Paneh, Kuranji. Secara perlahan gedung sekolah dibangun. Kemudian membeli tanah disekitarnya untuk mendirikan sekolah lainnya.

Secara perlahan tapi pasti, Yayasan Pendidikan Islam Adzkia terus tumbuh seiring tingginya kesadaran masyarakat di Kota Padang pentingnya akan pendidikan. Tahun 1990 Adzkia membuka Taman Kanak-Kanak Adzkia yang sampai sekarang berkembang menjadi 7 cabang yang tersebar di kota Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh. Kemudian Yayasan Adzkia mendirikan SD, SMP, SMA dan SMK. Kemudian juga melanjutkan dengan mendirikan perguruan tinggi.”Sekarang kita juga sudah membuka di Medan, Sumatera Utara,”sebutnya.

Melihat kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan guru TK yang profesional, maka YPIC Adzkia pada tahun 1994 membuka Program Diploma I PGTK Adzkia, yang kemudian berkembang menjadi program Diploma 2 PGTK/RA dan PGSD/MI dibawah Naungan Akademi Kependidikan Islam Adzkia (AKIA). Tahun 2003 status Akademi berubah kearah yang lebih positif yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah yang dinaungi oleh Departemen Agama Republik Indonesia.

Sudah sangat banyak lulusan yang telah dihasilkan oleh AKIA/STIT Adzkia. Lulusan STIT Adzkia bahkan sudah banyak yang diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil baik di Propinsi Sumatera Barat, maupun di luar propinsi Sumatera Barat. Bahkan keberadaan para alumni AKIA/STIT Adzkia ini tidak hanya menduduki jabatan sebagai guru melainkan juga sebagai kepala sekolah terutama lulusan jurusan PGTK Adzkia. Tahun 2005 Program Diploma 2 tidak diizinkan lagi untuk dibuka sehingga tahun 2007-2008 perguruan tinggi Adzkia fakum. Alhamdulillah tahun 2009, Adzkia diberikan izin penyelenggaraan STKIP Adzkia program S1 PG-PAUD & PGSD dibawah Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Di saat Adzkia mulai menapak maju, Irwan tahun 1995 justru terdampar ke negeri jiran, Malaysia untuk melanjutkan pendidikan S-2. Awalnya, banyak universitas yang menolak mengingat IP-nya rendah 2,02 sebelum akhirnya Universitas Putra Malaysia (UPM) di Serdang, Kuala Lumpur mau menampung dengan status percobaan satu semester. Namun, Irwan malah menantang Prof. Hasyim Hamzah, Pembantu Rektor UPM, bahwa dirinya bisa menyelesaikan studi tiga semester atau satu setengah tahun dari waktu normal enam semester atau tiga tahun. Tantangan itu terbukti dan memberinya hak menyandang gelar MSc bidang Human Resources Development. Kuliah S-3 pun di kampus sama dicapainya dengan gemilang. Irwan lulus S-2 dan S-3 bidang Training Management kali ini dengan nilai A semua, kecuali mata kuliah mengenai hukum perempuan. Itupun hanya akibat berbeda pendapat dengan dosennya.

Yang menarik, selama pergulatannya di Negeri Jiran Irwan Prayitno harus bekerja keras untuk menghidupi istri dan lima anak, saat itu, yang ikut diboyongnya. Dibutuhkan minimal 2.000 hingga 3.000 ringgit Malaysia perbulan, 10 hingga 20 persen diantaranya untuk kuliah. Sumber pendapatan tak lain dari berdakwah dan berceramah sampai ke London sekalipun. Pesawat terbang atau kereta api adalah tempat biasa untuk mengerjakan tugas-tugas perkuliahan. Itupun masih belum melepaskannya dari pekerjaan rutin di rumah mencuci pakaiannya, istri, dan anak-anak.

Kini, Adzkia telah bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang berkualitas di Kota Padang, Sumbar umumnya. Dengan Adzkia Irwan telah menyumbangkan sebuah perjuangan membangun pendidikan di Sumbar. “Bagi saya Adzkia bukanlah untuk mengejar sebuah bisnis provit, namun bagaimana dapat berperan aktif membangun manusia perpendidikan dan berkarakter di Sumbar,”ujarnya.

Pengalaman membesarkan Adzkia menginspirasi Irwan sebagai Gubernur Sumbar untuk membangun pendidikan di daerah ini. Dalam berbagai kesempatan, Irwan selalu mengatakan agar sistem pendidikan di berbagai perguruan Islam yang mentransformasikan pendidikan modern dan agama untuk membentuk generasi berkarakter dintegrasikan dalam pendidikan umum di sekolah-sekolah. Irwan pun terus mendorong tumbuhnya perguruan-perguruan Islam di Sumatera Barat. Saat ini, perguruan-perguruan Islam, mulai dari TKIT, SDIT dan SMPIT berkembang pesat di berbagai daerah di Sumbar. 104/007

Singgalang, 7 Agustus 2015