«

»

Sang Profesor itu Tuntaskan S3 dengan Prediket Cumlaude

10 Agustus 2015

Prof DR Irwan Prayitno,  Psi, Msc, memiliki kemampuan kecerdasan di atas rata-rata. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilannya  menyelesaikan pendidikannya hingga S3 di Universiti Putra Malaysia (UPM) dengan waktu lebih cepat dari masa normal, dan nilainya di atas rata-rata. Gelar PhD Pendidikan Bidang Training Management, berhasil diraihnya dengan prediket Cumlaude  dan IPK 3,97.

SWARI ARFAN—Padang

Irwan Prayitno  merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya bernama Djamrul Djamal yang berasal dari Simabua Kabupaten Tanahdatar. Ibunya Sudarni berasal dari Pauh IX, Kecamatan Kuranji Kota Padang.

Dalam literature yang POSMETRO baca melalui Wikipedia.org, terungkap kedua orangtua Irwan Prayitno, lulusan PTAIN Yogyakarta dan berprofesi sebagai dosen IAIN Imam Bonjol.  Sebelum tinggal di Padang, keluarga Djamrul Djamal menetap di Semarang, hingga Irwan Prayitno berusia tiga tahun. Kemudian pindah ke Cirebon saat Irwan Prayitno memasuki usia sekolah dasar.

Tahun 1970 hingga 1976, Irwan Prayitno menjalani pendidikan sekolah dasar di SDN 4, Kebon Baru, Cirebon. Setelah tamat sekolah dasar, Irwan Prayitno pulang ke Padang dan menjalani pendidikan di SMP 1 Padang, tahun 1976 – 1979.

Setelah tamat SMP, Irwan Prayitno melanjutkan sekolahnya ke SMA 3 Padang. Selama belajar di SMA 3 Padang inilah, Irwan Prayitno mulai aktif dalam kegiatan organisasi sekolah. Irwan Prayitno menjalani dua kali kepengurusan OSIS.

Selain aktif di organisasi sekolah. Irwan Prayitno juga termasuk salah seorang siswa yang cerdas. Pada tahun kedua dan ketiga, dirinya berhasil meraih juara pertama di kelasnya. Jiwa dan bakat kepemimpinan yang terdapat dalam dirinya sudah terlihat sejak sekolah. Dirinya selalu dipercaya oleh teman-teman sekelasnya untuk menjadi ketua kelas.

 

Setelah tamat SMA pada tahun 1982, Irwan Prayitno melanjutkan pendidikan kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI). Selama kuliah Irwan Prayitno mulai melakukan pengembangan potensi diri dengan aktif dalam diskusi-diskusi, dakwah dan berbagai kegiatan kemahasiswaan.

 

Dirinya bergabung dan aktif dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta “Semua aktivitas saya ikuti, demi ingin mengembangan diri saya. Saya aktif dalam kegiatan diskusi, dakwah dan ikut bergabung dalam organisasi HMI,” terang Irwan Prayitno kepada POSMETRO, Minggu (9/8).

Bahkan pada pada 1984,  Irwan Prayitno diangkat menjadi Ketua HMI Komisariat Fakultas Psikologi UI. Irwan Prayitno juga aktif dalam pergerakan Islam, beralih ke masjid di kampus-kampus lewat kelompok-kelompok tarbiah yang lebih berorientasi pada pembinaan aqidah dan akhlaq. Aktivitas tarbiah berpusat di masjid-masjid kampus.

 

Saat masih kuliah, di usianya yang ke- 22 tahun, Irwan Prayitno menikah dengan Nevi Zuairina, mahasiswi UI yang ditemuinya saat menjalani kuliah semester tiga. Selama menjadi mahasiswa, Irwan Prayitno bahkan sudah dikarunia dua orang anak, hasil pernikahannya denganNevi Zuairina.

Cukup berat perjuangan Irwan Prayitno untuk dapat menyelesaikan kuliahnya.  Selain aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan dakwah. Irwan Prayitno harus bakureh dengan mengajar di beberapa SMA swasta, dan menjadi konselor di bimbingan belajar Nurul Fikri. Kerja kerasnya mencari nafkah dilakukan untuk dapat membiayai uang kuliah, menghidupi dirinya bersama istri dan dua anaknya.

Meskipun cukup berat perjuangan yang dilaluinya. Namun, Irwan Prayitno berhasil menamatkan kuliahnya. Meskipun dirinya cukup lama menyelesaikan kuliahnya, yakni enam tahun dan dengan IPK rendah 2,02. Tamat kuliah, aktivitas dakwah Irwan Prayitno berlanjut dengan mengembangkan kegiatan dakwah di kampus Universitas Andalas dan IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang).

 

Karena IPK rendah, Irwan Prayitno memutuskan pulang ke Padang untuk berdakwah dan melanjutkan mengajar kursus. Dirinya lalu merintis yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Irwan mendirikan kursus bimbingan belajar Adzkia. Kemudian membentuk Yayasan Pendidikan Adzkia yang mewadahi pendidikan taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.Secara bertahap sejak 1994, Adzkia berkembang cukup pesat membuka jenjang perguruan tinggi, selain taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah kejuruan.

Seiring berkembangnya Yayasan Pendidikan Adzkia, kehidupan Irwan Prayitno mulai mapan. Namun, kesuksesan dirinya mengembangkan Yayasan Pendidikan Adzkia, tidak membuat dirinya lupa akan arti penting ilmu pengetahuan. Dirinya melanjutkan pendidikan dengan mengambil program S-2 di Universiti Putra Malaysia, Selangor.  Irwan Prayitno mengambil program Pendidikan Bidang Human Resource Development


Untuk mengambil kuliah S2 di Negeri Jiran itu bukan tanpa cobaan. Irwan Prayitno yang membawa serta istri dan anaknya ke Malaysia. Namun, karena IPK rendah, lamarannya untuk mengambil S2 sempat beberapa kali ditolak. Irwan Prayitno kemudian bertemu dengan Pembantu Rektor UPM. Kepada Prof. Hasyim Hamzah. Irwan Prayitno menyatakan kesanggupan menyelesaikan studi dalam tiga semester. Irwan Prayitno berhasil membuktikan janjinya. Dirinya tamat satu setengah tahun lebih awal dari waktu normal, tiga tahun pada 1996.

Tidak puas hanya menyelesaikan S2, Irwan Prayitno melanjutkan kuliah S-3 di kampus yang sama.

Selama di Selangor, selain kuliah, Irwan Prayitno harus bekerja keras mengurus keluarga. Saat itu, ia telah memiliki lima anak. Dirinya hanya mengalokasikan sekitar 10 sampal 20 persen untuk kuliah. Kegiatan dakwahnya tetap berlanjut. Bahkan, ia menunaikan dakwah sampai ke Eropa dan harus mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dalam perjalanan di dalam mobil, pesawat, atau kereta api.

Di tengah kesibukannya tersebut, Irwan Prayitno kemudian terjun ke dunia politik. Dirinya dicalonkan oleh Partai Keadilan sebagai anggota legislatif DPR. Padahal saat itu Irwan Prayitno tengah mempersiapkan ujian akhir S-3. Dirinya  dapat merampungkan kuliahnya untuk gelar PhD dengan IPK cumlaude 3,97 pada tahun 2000.

 

Dirinya kemudian kembali ke Indonesia, ia berbagi tugas di legislative sebagai anggota DPR-RI dan kegiatannya di bidang akademisi. Sejak tahun 2003, ia mengajar program pasca-sarjana di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan dikukuhkan sebagai guru besar pada 1 September 2008.

Dari seluruh perjuangan dan perjalanan hidup yang dilaluinya, baik itu melalui pendidikan, dakwah, aktif dalam kegiatan social kemasyarakatan dan politik, Irwan Prayitno mengungkapkan semuanya demi keinginannya membawa perubahan yang lebih baik bagi masyarakat. “Jika saya jadi PNS maka saya tidak akan bisa berbuat untuk perubahan. Namun, dengan pilihan hidup yang saya jalani saat ini, saya hanya ingin berbuat untuk perubahan agar masyarakat kita lebih baik,” terang Irwan prayitno singkat.(**)

Posmetro Padang, 10 Agustus 2015