«

»

Tidak Kehilangan Keteladanan

22 Agustus 2015

Oleh Erizal

Masa jabatan Irwan-MK sudah habis. Pejabat Gubernur Reydonnyzar juga sudah dilantik. Irwan-MK tetap maju, tapi sendiri-sendiri. Irwan didampingi Nasrul Abit, MK didampingi Fauzi Bahar. Di media, hubungannya masih terlihat akrab. Ini membanggakan, kematangannya terlihat.

Artinya, Sumbar tidak kehilangan keteladanan. Di lapangan nanti, ada silang-pendapat itu biasa. Apalagi antar pendukung, angek tadah daripado galeh. Hukum perang berlaku! Jangankan pendukung fanatik, pendukung terdidik pun bisa terkecoh, bahkan bertitel guru bangsa sekalipun.

Kalau baik-baik saja, ragu pula kita. Calon sebenarnya atau sekadar boneka? Sebab, head to head, strategi beradu strategi. Sengit, ketat, pastilah tak terelakkan! Apalagi, isi perut masing-masing telah ketahuan. Termasuk pendampingnya, yang telah dua periode sebagai kepala daerah.

Baru saja mendaftar, MK-Fauzi langsung tancap gas. Shadiq Pasadigoe langsung ditemui dan diminta dukungan. Tak hanya media cetak, tapi juga spanduk dan baliho langsung menyebar. Itu bagus! Tapi, Irwan tak kehilangan akal, dengan cara menjalankan tugas saja, semua terjawab.

Nasrul Abit juga menemui Shadiq, tapi pembicaraannya tak diekspos. Spanduk tak keluar dan diam-diam saja. Gambar MK-Fauzi dan Mulyadi juga menyebar, termasuk penggunaan kata ASDA, yang Epyardi Asda sendiri, keberatan! Malah, foto ketua partai pun dipajang besar-besar.

Memang, satu strategi tak harus dijawab dengan strategi yang lain. Cukup dengan strategi yang sama, atau mengikuti saja strategi yang diterapkan lawan. Contoh, IP-NA cukup memajang foto berdua saja dengan latar merah-putih. Tidak karena kurang pergaulan, tapi kepercayaan diri.

Baru-baru ini, lambang garuda merah, ciri khas pasangan Prabowo-Hatta, juga tampak di baliho MK-Fauzi. Padahal, semua orang tahu bahwa Ketua Tim Pemenangan Probowo-Hatta di Sumbar adalah IP, dan NA untuk Pessel. Malah, MK lebih dekat dengan Jokowi-JK. Tapi, Fauzi termasuk ketua relawan, jadi masuk jugalah. Mestinya, salam dua jari juga dipakai. Biar lengkap.

Kalau mau jujur, tak ada lagi strategi yang bisa menaikkan atau menurunkan elektabilitas dari kedua pasangan ini. Strategi yang terlalu ekstrem dan canggih sekalipun bisa terlihat janggal dan mengada-ada. Tak jarang kekalahan bukan karena pihak lain, tapi ulah sendiri yang berbalik.

Orang Sumbar, sudah melek politik dengan lebih baik. Apalagi, dalam soal pilih-memilih pemimpin. Ini telah dibuktikan dalam rentang waktu yang panjang. Mereka tahu betul siapa yang menurutnya layak dipilih. Prabowo menang mutlak, tapi kalah pilihan mayoritas, itu suatu bukti.

Bukan mustahil orang Sumbar saat ini sudah memiliki pilihannya masing-masing. Malah, di hari pertama penutupan pendaftaran itu. Ada yang kecewa karena calonnya tak jadi maju atau tak dapat partai, itu wajar. Ada yang sakit hati, lalu golput, itu juga wajar. Namanya saja, pilihan.

Tapi, kebanyakan orang Sumbar memang telah punya pilihan. Soal partisipasi rendah, itu masalah lain. Kadang, hari tidak cocok, jam kurang pas, selera sedang tak bagus, dan sebagainya. “Untuk a awak mamiliah, inyo ka manang juo nyo, “begitu kata mereka! Atau, justru sebaliknya?

Artinya, pilihan itu sudah ada. Belum memilih, bukan karena belum memilih, tapi belum mau menyebutkannya secara terang-terangan. Soal pilihan berubah, ke mana lagi pilihan itu akan berubah? Toh, pasangan ini, 20-an tahun, malah lebih, telah mengisi belantika politik di Sumbar!

Hari penetapan, masa kampanye, hari pemilihan terlalu berlama-lama. Besok saja disuruh memilih, orang Sumbar mungkin sudah siap. Apalagi, kesiapan luar-dalam dari kedua pasangan calon, sudah sangat bagus. Salam komando di hari kemerdekaan itu benar-benar membanggakan.

Jadi, kalau ada yang merusak atas nama apapun, termasuk atas nama kecanggihan strategi pemenangan, itu sungguh disayangkan. Pihak-pihak terkait harus sadar, jangan mengikut filosofi minyak tanah. Tokoh panutan harus jadi teladan. Jangan menjauh pula dari kebijaksaan sejati itu.

Singgalang, 22 Agustus 2015