«

»

Dekat dengan Ayah yang Orang Simabur

14 Agustus 2015

PADANG-Mohon doa bapak dan ibu dunsanak FB (facebook) untuk kesembuhan Ayahanda. Ya Robbannas Izhibil Ba,sa Waasyfi Wa Anta Syaafi Fa Innahu La Syifaa a illa Syifaa uka. Syifaa un La Yughodiru Sakoma. Aamiin…

Dua penggal kalimat itu dituliskan Irwan Prayitno pada 8 Juni 2015 di laman akun facebooknya. Kalimat itu bukan sekadar status mengumbar kedekatannya dengan ayahanda, namun bentuk kegelisahannya ketika sang ayah harus dirawat melawan sakit di Rumah Sakit Sitirahmah, Padang.

Kontan saja status itu mendapatkan komentar yang banyak, pada umumnya ikut mendoakan sang ayah yang sedang dirawat. ” Kami berdoa sekeluarga, semoga Ayahanda cepat sembuh.. aamiin..” Komentar salah satu akun dengan nama Pepy Septriana. Kemudian status itu disukai oleh 444 netizen.

Wajar, kegundahannya akan sang ayah dirawat di posting di laman facebook. Ayahnya Djmrul Djamal baru saja dirawat. Djamrul Djamal adalah putra Simabur, Kabupaten Tanah Datar. Simabur merupakan salah satu nagari yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar.
Irwan Prayitno adalah anak pertama, memiliki tiga adik, dari orangtua yang sama-sama dosen. Lahir di Yogyakarta pada 20 Desember 1963, ia mewarisi darah Minangkabau dari ayah Djamrul Djamal dan ibu Sudarni Sayuti. Ayahnya datang dari Simabur, Tanah Datar dan ibunya adalah kelahiran Pauh IX (Sambilan), secara administratif masuk ke Kecamatan Kuranji, Padang. Mereka sama-sama lulusan PTAIN Yogyakarta dan dosen IAIN Imam Bonjol. Sebelum tinggal di Padang, keluarga ini sempat menetap di Semarang sampai Irwan berusia tiga tahun, dan pindah ke Cirebon saat Irwan memasuki usia sekolah dasar.
“Ayah saya itu urang Sangka, saya anak pisang urang Tanah Datar,”sebut Irwan pada Singgalang di Jakarta.

Anak pisang adalah hubungan kekerabatan dalam Minangkabau. Hubungan kekerabatan itu salah satu yang terdekat dalam hubungan keluarga. Sebutan itu jika dilihat dari pihak keluarga orang tua laki-lakinya. Sementara sebaliknya, bagi Irwan keluarga dari Tanah Datar adalah bako.

Istilah bako adalah hubungan kerabat anak dengan adik atau kemanakan kontan dari orang tua laki-laki. Sedangkan istilah anak pisang adalah sebutan ke anak dari saudara laki-laki ibu oleh kemenakannya, kedua hubungan tersebut disebut dengan babako baanak pisang. Hubungan ini sangat erat sekali, dan merupakan prioritas untuk pasangan perkawinan, anak mamak untuak kamanakan. Dahulunya, muda mudi di Minangkabau tidak bebas jalan dua-duaan, kecuali mereka adik beradik atau babako ba anak pisang.

Setiap anak pisang datang ke bako-nya, sang bako wajib memberikan sesuatu kepada anak pisangnya, apakah dalam bentuk uang ataupun hasil pertanian, ini dengan alasan sebagai jasa sang ayah dulu waktu udanya berjasa dalam menanam palawija di rumah bako. Kalau sudah besar, bila anak pisang sukses dalam usaha dan pekerjaan, maka bako boleh-boleh saja meminta uang atau bantuan kepada anak pisang dan sebaliknya. Secara basuku, anak berbako keseluruh orang yang memiliki suku bapaknya.

Bahkan, di Pauh Sambilan (IX), jika ada anak pisang meninggal dunia, maka sebelum bako-nya tiba menjenguk jenazah belum bisa dimandikan. Begitu benarlah kedekatan bako dengan anak pisangnya. Sekarang kata bako dan anak pisang memang sudah diperluas artinya. Bukan hanya sekadar kedua keluarga saja, jika kedua keluarganya orang tuanya berbeda daerah, maka bisa saja menyebut daerah sebagai bako dan anak pisang.

“Jadi saya ini anak pisang urang Tanah Datar,”ulasnya.
Apalagi sekarang Irwan mendapatkan kepercayaan masyarakat Suku Tanjung sebagai penghulu Nagari Pauah IX dengan menyematkan gelar Datuk Rajo Bandaro Basa pada 13 Februari 2005.

Irwan sendiri menjalani pendidikan menengah di Padang dan mulai berkecimpung di organisasi sejak SMA, menjalani dua kali kepengurusan OSIS pada tahun kedua dan ketiga di SMA Negeri 3 Padang. Selama di SMA, ia meraih juara pertama di kelasnya dan selalu dipercayakan sebagai ketua kelas.Irwan sempat berkeinginan melanjutkan kuliah ke ITB bersama dengan teman-temannya.

Namun, karena mempunyai masalah mata, ia mengalihkan pilihan ke Universitas Indonesia. Setelah tamat pada 1982, ia mendaftar ke Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selama kuliah, selain menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan kemahasiswaan, ia banyak menghabiskan waktu di luar kampus untuk berdakwah, mengajar di beberapa SMA swasta, dan menjadi konselor di bimbingan belajar Nurul Fikri. Ini mengakibatkan kuliahnya tidak lancar. Namun, menurutnya yang ia cari dalam pendidikan bukanlah nilai semata, tetapi pengembangan diri.

Kini Irwan menikahi Nevi Zuairina, mahasiswi UI yang ditemuinya saat menjalani kuliah semester tiga. Nevi memiliki keluarga dari Pesisir Selatan. Dengan begitu, anak-anak Irwan bisa dikatakan orang Pesisir Selatan, sesuai dengan garis keturunan Minangkabau pada ibu. Sedangkan keluarga Irwan adalah bako bagi anak-anaknya.

Irwan Prayitno bersama istrinya Nevi Zuairina, dikarunia 10 anak. Masing-masing, Jundi Fadhlillah, Waviatul Ahdi, Dhiya’u Syahidah, Anwar Jundi, Atika, Ibrahim, Shohwatul Islah, Farhana, Laili Tanzila dan Taqiya Mafaza.

Kebahagiaan Irwan Prayitno terasa lengkap. Karena selain 10 anak, Irwan Prayitno juga dikarunia tiga cucu, yakni Hawnan Aulia, Hasna Labiqa Raisya, Syakira Aulia.

Kedekatan Irwan dengan kampung sang ayah teramatlah kuat. Lihat saja, di Pasar Simabur Tanah Datar, gambar Irwan dipasang di atas baliho besar. Tentu saja ia sebagai Gubernur Sumatera Barat. Anak pisang-nya menjadi gubernur, besarlah kebanggan orang Simabur. 104/007

Singgalang 14 Agustus 2015