«

»

Awasi Layanan Publik di Sumbar

12 Juli 2012

Gubernur: HP Pejabat tak Aktif, Silakan Mundur Saja

Padang, Padek—Institusi pemerintah daerah, kepolisian dan pengadilan tinggi paling banyak melakukan malad­mi­nistrasi. Setidaknya ini dibuk­tikan dengan banyaknya laporan masyarakat masuk Ombudsman Republik Indonesia (ORI), rata-rata mereka menyorot pe­layanan diberikan institusi pe­merintah tersebut.

Pelayanan pemerintah dae­rah paling banyak dikeluhkan dengan 35,94 persen, diikuti kepolisian 17,41 dan pengadilan tinggi 9,53 persen. Selanjutnya, Badan Pertanahan Nasional 8,84 persen dan instansi pe­merintah/ kementerian 8,25 persen.

”Mereka mengeluhkan pela­yanan yang telah diberikan penyelenggara pemerintahan,” kata ORI Bidang Pencegahan, Hendra Nurtjahjo saat peres­mi­an pembentukan kantor Ombudsman Provinsi Sumbar, di Au­ditorium Gubernuran, ke­marin (11/ 7).

Ombudsman adalah pe­nga­was penyelenggaran pelayanan publik. Memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik disele­ng­garakan penyelenggara negara dan pemerintah, termasuk dise­leng­garakan BUMN, BUMD, BHMN serta badan swasta atau perseroan diberi tugas men­ye­lenggarakan pelayanan publik, tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan APBD.

Dia menyebutkan, ada dua sisi pengawasan dilakukan ombudsman yakni pengawasan aktif dan pasif. Pengawasan aktif adalah melakukan investigasi, dan pengawasan pasif me­n­e­rima laporan pengaduan mas­yarakat atau keluhan. Pe­nga­wa­san itu bersifat ekternal terhadap institusi / lembaga tingkat pusat maupun daerah.

Maladministrasi sendiri, sebutnya, adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, meng­gunakan wewenang untuk tu­ju­an lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut. ”Termasuk kelalaian atau pengabaian ke­wajiban hukum dalam pen­ye­lenggaran pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara negara dan pemerintah, sehingga me­nim­­bulkan immaterial bagi masyarakat,” jelasnya.

Hal-hal yang dapat dika­te­gorikan maladministrasi adalah penundaan berlarut-larut, pen­ya­lahgunaan wewenang, bersi­kap diskriminatif, sifat tidak patut yang tidak sesuai aturan/ fakta, penyimpangan prosedur. Juga, tidak memberikan pela­ya­nan, pemalsuan atau per­se­ko­ngkolan, intervensi, in­kom­petensi, imbalan atau praktik KKN, pengelapan barang bukti atau penguasaan tanpa hak, bertindak tidak layak, mela­laikan kewajiban, bersikap tidak profesional dan bersikap tidak adil atau nyata tidak berpihak.

Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, ORI tidak dapat ditangkap, ditahan, diin­terogasi, dituntut atau digu­gat di muka pengadilan. Om­bud­sa­man dapat memanggil terlapor dan saksi untuk dimintai kete­rangan, apabila terlapor dan saksi telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuihi panggilan de­ng­an alasan yang sah. ”Ombudsman dapat meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkan yang ber­sangkutan secara paksa,” te­gasnya.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan, ke­be­radaan Ombudsman di Sumbar sangat penting. Keberadaan Om­budsman bisa me­ning­kat­kan kualitas pelayanan publik. ”Jangan sampai ada mindset kalau Ombudsman itu sebagai pengganggu atau hanya men­cari-cari kesalahan pemda atau BUMN atau BUMD. Setiap pi­hak yang menggunakan dana APBD dan APBN, memang hak Ombudsman melakukan pe­ngawasan. Tanpa adanya Ombudsman, tentunya pemerintah dan BUMN/BUMD akan rugi,” tegas Gubernur.

 

Irwan mengatakan, PNS jangan minta dilayani. Setiap orang yang telah ditakdirkan berprofesi sebagai PNS harus menerima takdir sebagai pela­yan masyarakat. Orang nomor satu di Sumbar itu mengaku pernah menjobkan bawahannya karena tidak memberikan pela­yanan yang baik kepada masya­rakat.

Aktifkan Handphone

Irwan secara khusus me­minta setiap pimpinan SKPD di lingkungan Pemprov Sumbar mengaktifkan handphone 7 kali 24 jam. Ini tujuannya, agar mudah berkoordinasi dan pela­yanan terhadap masyarakat dapat menjadi lebih baik.

”Jangan sampai karena sulit­nya berkomunikasi dengan pim­pinan SKPD, membuat pela­yanan yang diberikan mas­yarakat menjadi sulit. Tadi sebelum pertemuan ini, ada masyarakat yang datang ke saya minta bantuan. Lalu saya minta staf membuat suratnya, tapi surat yang diminta tak kunjung dibuat. Padahal sudah saya jelaskan bagaimana rumusan dari surat itu, dia tak ngerti juga. Akhirnya saya buat saja sendiri dan langsung saya tandatangani. Begitu cara saya, agar mas­yarakat tidak dipersulit dan pelayanan kepada masyarakat bisa cepat,” ucapnya.

Irwan mengatakan, bagi pimpinan SKPD yang tidak mengaktifkan handphone-nya 7x 24 jam, dipersilakan mem­buat surat pengunduran diri dari pimpinan SKPD. Aturan itu dibuat agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat semakin baik. ”Keberadaan Ombudsman harus didukung, ka­rena ini juga untuk kepen­tingan masyarakat dan perbaikan kua­litas layanan pemerintah,” ujar­nya.  (ayu)

Padang Ekspres 12 Juli 2012