«

»

Menuju Wilayah Bebas Korupsi

3 Juli 2012

PADANG, HALUAN — Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) RI tengah menggarap tugas berat untuk percepatan reformasi birokrasi. Selama ini pekerjaan aparatur itu seakan tidak ada yang mengontrol. Tidak tahu mana yang salah dan mana yang benar hingga akhirnya banyak yang mengalir ke ranah hukum.

Potret birokrasi itu sangat tidak profesional, gemuk dan lamban. KPK dinilai hebat memberantas korupsi, tetapi koruptor lebih hebat lagi. Belanja aparatur sangat besar, lebih 50 persen dari APBD.

Hukum dan peraturan perundang-undangan masih ada yang kontradiktif dan ambigu. Sumber daya aparatur yang dibutuhkan tidak ada. Tapi yang tidak dibutuhkan cukup banyak.

“Itu bagian dari potret birokrasi kita. Merubah orang dari berleha-leha menjadi bekerja profesional, memang tidak mudah. Secara bertahap, seluruh kementerian dan lembaga hingga  pemerintah daerah di kabupaten/kota harus mene­rapkan Pembangunan Zona Inte­gritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) ini,” kata Menteri PAN dan RB, Azwar Abu Bakar saat pendeklarasian Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi di Lingkungan Pemprov Sumbar, Senin (2/7), di Gubernuran Sumbar.

Gubernur Sumbar Irwan Prayit­no membacakan deklarasinya. Kemudian ditetapkan SKPD seba­gai model Wilayah Bebas Korupsi (WBK),  yaitu RSJ HB Saanin. Pertimbangannya, SKPD yang satu ini sudah memiliki sejumlah indikator pembangunan Zona Integritas. Seperti laporan keuangan WTP, sudah memiliki kode etik, memiliki SOP sendiri dan sudah memperoleh sertifikat ISO 9001 tahun 2008.

Menurut Azwar, Pemprov Sum­bar merupakan provinsi ketiga di Indonesia dan menjadi provinsi pertama di Sumatera yang sudah menerapkan Pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) ini. Hal ini tak terlepas dari  komitmen Pem­prov Sumbar yang kuat untuk memberantas korupsi.

Untuk percepatan reformasi birokrasi itu, ada 9 program yang akan laksanakan. Masing-masing penataan struktur birokrasi dengan melakukan evaluasi dan penataan organisasi kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan penye­derhanaan rantai birokrasi.

Program berikutnya adalah penataan jumlah dan distribusi PNS, dengan melakukan analisis dan pemetaan jabatan di pemerin­tahan. Lalu, kebijakan minus growth, kebijakan pembatasan atau pengu­rangan belanja pegawai, monitoring dan evaluasi redistribusi/realokasi PNS dan kebijakan pemberian pensiun dini secara sukarela.

“Ke depan, tidak ada lagi belanja pegawai lebih dari 50 persen. Kepala daerah harus bisa melakukan penghe­matan. Ibarat lampu di rumah, matikan yang tidak perlu,” katanya.

Selanjutnya, sistem seleksi dan promosi PNS secara terbuka. Ada pula program profesionalisasi PNS, yaitu penetapan standar kompetensi jabatan, mutasi dan rotasi sesuai kompetensi secara perodik, pengua­tan jabatan fungsional  dengan menambah jumlah jabatan fungsional.

Program selanjutnya pening­katan tunjangan jabatan fungsional, pengembangan sistem elektronik pemerintah (e-government), pening­katan pelayanan publik , pening­katan transparansi dan akunta­bilitas aparatur, peningkatan kesejahteraan PNS dan efisiensi penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana kerja PNS.

Layanan Publik Pintu Korupsi

Saat itu hadir juga Wakil Ketua Ombusdman Azraini Agus, yang dalam sambutannya menyebutkan, Ombusdman berencana akan men­dirikan kantor perwakilan Sumbar di Padang yang akan melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi.

Salah satu pintu masuk korupsi itu adalah pelayanan publik. Maka pelayanan publik itu harus dibe­nahi,” kata Azriani.

Penetapan ZI adalah birokrasi yang bebas KKN. Untuk me­wu­judkannya, setiap daerah harus berupaya memenuhi indikator uta­manya, yaitu penandatanganan dokumen pakta integritas, me­nyerahkan LHKPN, adanya akun­tabilitas kinerja, laporan keuangan yang baik, memiliki kode etik, adanya sistem perlindungan pelapor (whistle blower sys­tem),menetapkan program pengendalian gratifikasi, miliki kebijakan penanganan ben­turan kepentingan (conflict of inte­rest),program inisiatif anti korupsi, kebijakan pembinaan purna tugas (post employment policy), dan adanya pelaporan transaksi keua­ngan yang tidak wajar oleh PPATK. (h/vie)

Haluan 3 Juli 2012