«

»

Uncle

2 Juli 2012

Oleh : Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar

Awalnya tidak saya pedulikan, namun kemudian pikiran saya agak terusik ketika di forum-forum pertemuan pemuda internasional, aktivis organisasi pemuda Indonesia dipanggil dengan sebutan uncle (om).

 

Memang begitulah biasanya mereka me­manggil kontingen Indonesia di setiap ada acara per­temuan pemuda internasional: uncle. Kon­tingen pemuda Indonesia terkenal dengan julukan uncle. Kenapa?

 

Menurut mereka, aktivis pemuda Indonesia memang lebih tepat disebut dengan uncle/om, karena usia mereka memang terpaut jauh. Rata-rata usia aktivis pemuda dari negara lain sekitar 16 sampai 22 tahun, sedangkan usia aktivis pemuda Indonesia berkisar antara 30 sampai 40 tahun, bahkan lebih.

 

Karena itu mereka me­ma­nggilnya dengan sebutan om (uncle).

 

Organisasi pemuda, dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai youth organisation seharusnya memang ditujukan untuk mereka yang tergolong muda usianya (youth). Di Korea misalnya, definisi pemuda ada­lah mereka yang berusia 16 sampai 22 tahun, di Amerika atau Eropa definisi pemuda adalah mereka yang berusia 16 sampai 24 tahun.

 

Jika dilihat dari fungsinya, organisasi pemuda memang me­rupakan wadah untuk ak­tualisasi diri bagi kelompok generasi muda yang dalam masa usia transisi. Mereka adalah kelompok yang telah melewati usia remaja, dalam peralihan menuju dewasa. Kelompok ini mempunyai karaktetistik khu­sus, yaitu penuh semangat dan idealisme. Jika diibaratkan dengan matahari, mereka adalah sinar matahari pada jam 12 siang, terang benderang dengan kekuatan penuh.

 

Dalam Islam seseorang dika­takan dewasa (aqil baliq) setelah ia mengalami haid bagi wanita dan mimpi basah bagi laki-laki. Usia mereka sekitar 12 sampai 14 tahun. Artinya, pada usia ini mereka telah matang secara biologis. Seharusnya jika men­dapat pendidikan yang baik, formal maupun nonformal digembleng dengan baik, serta didukung oleh lingkungan yang baik, ia juga sudah matang secara psikis. Jika mereka diberi kesempatan untuk memimpin dan mengukir prestasi, maka mereka pun akan menunjukkan prestasinya.

 

Karena itu, dalam sejarah pemuda tercatat sebagai tokoh pembawa perubahan, tokoh reformasi, tokoh pembaharu, dan sebagainya. Sejarah di Indonesia juga membuktikan bahwa pemuda berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerde­kaan, yaitu terkenal dengan sejarah “Sumpah Pemuda.”

 

Di zaman Nabi Muhammad SAW banyak pemuda yang ma­sih dalam usia belia telah diberi amanah yang besar oleh Nabi. Usama Bin Tzaid misalnya, telah diberi tugas sebagai panglima perang pada usia 19 tahun. Nabi Muhammad sendiri telah men­jadi saudagar sedari umur be­la­san tahun dan diangkat menjadi rasul pada usia 40 tahun.

 

Di Amerika Serikat pun hal serupa juga dilakukan. John F Kennedy diangkat menjadi pre­siden AS pada usia 43 tahun, Bill Clinton diangkat menjadi pre­siden saat berusia 47 tahun, Bush diangkat menjadi presiden saat berusia 55 tahun, Obama saat berusia 48 tahun. Di Indonesia Presiden Soekarno diang­kat menjadi presiden  saat be­rusia 44 tahun, Presiden Soe­harto diangkat pada usia 46 tahun. Di Oklahama AS ada wali kota terpilih yang baru berusia 19 tahun. Ia masih berstatus mahasiswa. Namun prestasi dan perjalanan karir, masyarakat setempat sepakat menyatakan bahwa ia layak jadi wali kota.

Generasi muda Indonesia bukan tidak mungkin mela­kukan hal serupa, melahirkan pe­mimpin-pemimpin yang ber­kualitas di usia muda, pe­mimpin yang cerdas, energik dan kreatif. Untuk bisa menjadi pemimpin, mereka harus di­didik, dibina dan diberi wadah untuk ber­kiprah saat masih berusia be­lasan atau 20-an tahun. Wadah itu di antaranya organisasi ke­pe­mudaan, organisasi ke­ma­ha­siswaaan, organisasi sosial dan sebagainya.

 

Jika mereka telah digem­bleng pada usia muda di ber­bagai organisasi tersebut, insya Allah mereka siap men­jadi pemimpin dan tokoh saat be­rusia 30 atau 40 tahun.

 

Namun kekhawatiran itu­lah yang kini terjadi, kita me­­ngalami kelangkaan pe­mimpin muda yang ber­kua­li­tas yang nantinya akan mem­bawa bangsa ini ke masa depan yang lebih baik, baik di daerah maupun di tingkat nasional. Sulit menemukan wajah-wa­jah baru, generasi baru, yang berprestasi dan ber­po­tensi menjadi pemimpin di masa depan. Ada apa? (*)

Padang Ekspres 2 Juli 2012