«

»

Oktober, Pembatasan BBM Dilakukan

4 Juni 2012

Anggaran Rutin bakal Membengkak

Padang, Padek—Kendati Kementerian Ener­gi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah  me­ne­tapkan 1 Juni sebagai  program pembatasan BBM  bersubsidi bagi mobil dinas instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BU­MN) dan BUMD, Pemprov Sumbar baru menerapkan kebijakan tersebut secara efektif pada Oktober mendatang.

“Kami belum dapat melaksanakan instruksi itu karena persoalan penganggaran. Apalagi  kebijakan itu ke luar di tengah jalan tahun anggaran. Jadi, tak serta merta kebijakan itu dapat dilakukan,” ujar Gubernur Sumbar Irwan Prayitno kepada Padang Ekspres pekan lalu di auditorium Gubernuran Sum­bar.

Kebijakan tersebut baru dapat dilaksanakan setelah  APBD Perubahan ditetapkan. “Kini, semangatnya kita untuk efisiensi saja, belum mengikat. Misalnya, jika  mampu meng­gunakan pertamax untuk ken­daraan dinas, sebaiknya gu­na­kan pertamax. Kita tak mung­kin paksakan kebijakan ini terhadap kota dan kabupaten karena APBD mereka sudah ketok palu. Makanya,  kita baru efektif menerapkan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi itu pada Oktober mendatang,” ujarnya.

Bila kebijakan itu telah diberlakukan, seluruh  kendaraan dinas  harus  menggunakan pertamax. “Tak ada pembatasan kendaraan,” tegas Gubernur. “Saya telah keluarkan surat edarannya, tapi secara resmi pelaksanaannya usai penetapan APBD-P. Dalam APBD 2012, kita masih menggunakan premium,” ujarnya.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Dae­rah (DPKD) Sumbar, Zainuddin mengatakan, setiap tahun alokasi anggaran untuk BBM di Pemprov Sumbar berkisar Rp 5-8 miliar. Ditambah dengan biaya perawatan dan pem­belian oli, totalnya Rp 10 miliar.

Anggaran Membengkak

Adanya penambahan anggaran akibat penggunaan pertamax bagi kendaraan dinas di Pemprov Sumbar, dinilai sebagian anggota DPRD Sumbar hanya pembororan anggaran. Seharusnya, kebijakan pembatasan peng­gunaan BBM bersubsidi itu berdampak pada penghematan anggaran.

Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Yul­man Hadi menyatakan dukungannya terhadap  kebijakan ini.

Hanya saja, bila larangan penggunaan BBM subsidi itu diikuti dengan penambahan anggaran rutin, esensi peng­hematan anggaran yang men­jadi roh instruksi pe­merintah pusat tidak tercapai. “Begitu juga SPBU di kabupaten/kota, belum semuanya menjual per­tamax,” jelasnya.

Anggota Komisi II DPRD Sumbar Dedi Edwar me­nga­takan, kebijakan ini tidak efek­tif bila pengawasannya lemah. “Yang terjadi malah pem­beng­kakan anggaran di SKPD. Se­harusnya, kebijakan ini mo­men­tum bagi pemda di Sum­bar melakukan penghematan anggaran rutin. Tidak perlu harus menambah anggaran,” tegasnya.

Sekretaris Komisi III DP­RD Sumbar, Israr Jalinus op­ti­mistis kebijakan ini ter­la­k­sana dengan baik, tergantung komitmen pemerintah Sum­bar. “Yang paling penting itu komitmen Pemprov Sumbar dulu. Setelah itu, baru bisa ditularkan ke kabupaten/kota,” katanya.

Israr menyadari belum semua SPBU di daerah me­nyediakan pertamax. Karena itu, dia berharap Pertamina menyuplai pertamax di SPBU-SPBU di seluruh daerah. “Yang paling efektif itu melakukan efisiensi penggunaan BBM. Kalau pemerintah melakukan efisiensi, kita tidak akan tam­bah lagi anggaran untuk itu di APBD Perubahan,” ujarnya. (bis)

Padang Ekspres 4 Juni 2012