«

»

Membangun dengan Pajak

11 September 2012

Oleh Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar

Mungkin tak banyak orang yang suka diajak bicara soal pajak, apalagi jika ditagih kewajibannya untuk membayar pajak. Alasannya bisa bermacam-macam.

Bisa karena menganggap dirinya masih belum layak membayar pajak karena masih memiliki banyak hutang, belum paham manfaat pajak sampai karena kecewa akibat pajak diselewengkan oleh mafia pajak seperti kasus Gayus Tambunan yang menghebohkan itu.

Namun disadari atau tidak, selama ini pajak telah menjadi nafas yang menggerakkan dan menghidupi pembangunan negara kita.

Jalan-jalan raya mulus berlapis hot mix telah dibangun dari kota sampai pelosok-pelosok desa. Semua itu dibangun dengan dana yang diperoleh dari pajak. Jalan-jalan mulus itu bisa kita nikmati secara gratis. Bisa dibayangkan jika jalan tidak ada, atau jalan jelek dan berlubang di sana sini.

Demikian juga dengan berbagai fasilitas umum lainnya, pendidikan misalnya. Di perguruan tinggi negeri, mahasiswa cukup membayar uang kuliah Rp1 juta per bulan atau Rp6 juta per semester. Pada hal seharusnya Rp3 juta per bulan atau Rp18 juta per semester. Selisih biaya itu disubsidi melalui dana yang diperoleh dari pajak. Begitu juga di tingkat SD, SLTP hingga SLTA.

Banyak fasilitas umum lain diselenggarakan oleh pemerintah dan dibiayai dari pendapatan pajak, misalnya kesehatan, listrik, BBM, transportasi, irigasi dan lain-lain yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah. Dana untuk menyediasakan sarana dan prasarana umum tersebut diperoleh dari pajak.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Menurut Prof. Rochmat Soemitro pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin, dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., dkk. pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Di satu sisi kita mungkin tercengang melihat betapa pesatnya pembangunan di negara-negara maju. Jepang misalnya, bisa membangun jalan layang beribu-ribu kilometer, seolah-olah mereka memiliki dana tak terhingga untuk membangun. Begitu juga sejumlah negara lain, pengangguran pun bisa mereka beri santunan sehingga dapat hidup layak. Seolah-olah apapun bisa mereka lakukan agar masyarakatnya bisa hidup tentram dan nyaman.

Namun jika kita lihat tingkat pendapatan masyarakatnya dan tarif pajak yang belaku di sana, maka kita akan termanggut-manggut melihat kenyataan yang terjadi. Jepang misalnya, memiliki rasio pajak penghasilan sebesar 50 persen, dengan penghasilan rata-rata per kapita pada tahun 2010 sebesar US$ 52.200 per tahun (sekitar Rp468.800.000).

Belanda menggunakan ratio pajak penghasilan 52 persen dengan rata-rata pendapatan pada tahun 2010 sebesar US$ 57.000 (Rp513 juta) dengan asumsi 1 US$= Rp9.000.

Menurut catatan BPS, selama 2011, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mencapai Rp30,8 juta per tahun atau sekitar US$3.542,9. Sedangkan ratio pajak penghasilan yang digunakan di Indonesia saat ini adalah 10 persen.

Bisa dibayangkan betapa tidak sebandingnya pemasukan pajak antara negara berkembang tersebut dengan negara kita, seperti bumi dan langit. Pendapatan rata-rata masyarakat di negara-negara maju tersebut sekitar 14 sampai 15 kali lipat pendapatan masyarakat kita. Sedangkan pajak yang mereka bayarkan kepada negara 5 kali lipat dari jumlah pajak yang kita bayarkan. Jadi tidak aneh kalau mereka bisa membangun demikian pesat.

Karena itu ada 3 jalan yang harus kita lakukan agar pembangunan di Indonesia agar bisa melejit pesat seperti negara-negara tersebut. Pertama, tingkatkan kesejahteraan masyarakat (tingkatkan pendapatan per kapita).

Kedua, efektifkan pengunaan pajak dan hindarkan kebocoran akibat penyimpangan pajak. Ketiga, tingkatkan kesadaran membayar pajak. Ketiga komponen ini akan saling terkait dan saling bersinergi untuk mencapai masyarakat yang sejahtera dan bermartabat seperti yang kita impikan bersama. (*)

Singgalang 11 September 2012

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>