Ketika memberikan sambutan di hadapan peserta acara pertemuan tahunan pelaku industri jasa keuangan 2016 di Hotel Pangeran, Padang, 24 Februari 2016 lalu, saya menyampaikan pentingnya lembaga keuangan mendukung ekonomi masyarakat Sumbar yang mayoritas bergerak di bidang usaha mikro (84%) kecil (14%) dan menengah (0,8%) (UMKM). Hal ini karena karakter masyarakat Minang punya kekhasan tersendiri dibanding masyarakat wilayah lain.
Karakter yang dimaksud di antaranya adalah mandiri, independen dan usaha secara kemitraan (seperti bagi hasil). Dengan karakter masyarakat yang seperti ini, maka struktur lapangan pekerjaan yang digeluti oleh mayoritas masyarakat Sumbar pun bisa dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis bulan Mei 2015.
Berdasarkan data BPS, struktur lapangan pekerjaan di Sumbar yang terbesar adalah sektor pertanian (39%), diikuti sektor perdagangan (23,38%), jasa kemasyarakatan (16,33%) dan industri pengolahan (7,60%).
Di sektor pertanian Sumbar, kebanyakan bukan buruh tani. Yang banyak muncul di masyarakat adalah kemitraan dengan menerapkan sistem bagi hasil, seperti ‘sapaduoan’ atau ‘sapatigoan’. Begitu juga di bidang peternakan. Sedangkan di sektor perdagangan,  ada kenaikan jumlah orang yang bekerja sebanyak 82 ribu orang dan di sektor industri pengolahan ada kenaikan jumlah orang yang bekerja sebanyak 20 ribu orang dalam setahun terakhir. Pertambahan ini menunjukkan kecocokan lapangan pekerjaan dengan karakter masyarakat Minang yang cenderung independen dan mandiri dalam bekerja serta memiliki “jam kerja produktif†masing-masing yang tidak seragam.
Industri pengolahan yang ada di Sumbar didominasi oleh industri skala kecil atau rumahan (home industry). Hanya ada satu industri pengolahan skala besar yaitu Semen Padang yang sudah sejak lama berdiri dibangun oleh Belanda pada tahun 1910. Belanda membangun Semen Padang karena sumber bahan mentahnya ada di Padang, dan dikirim ke Belanda melalui Pelabuhan Teluk Bayur yang terletak di pantai barat sumatera.
Sektor jasa kemasyarakatan juga termasuk yang tertinggi dalam struktur lapangan pekerjaan di Sumbar, di antaranya keuangan, hotel, restoran, dan agen perjalanan. Pascagempa 2009, hotel di Sumbar terus bertambah, hingga tahun 2014 tercatat penambahan lebih 2000 kamar. Dan ke depannya diramalkan akan terus bertambah karena dunia pariwisata Sumbar berpotensi untuk mengalami peningkatan dan juga bersentuhan langsung dengan pelaku UMKM, misalnya transportasi, kuliner, penginapan, ekonomi kreatif, dan sektor terkait lainnya yang memiliki efek multiplier cukup bagus.
Kehidupan ekonomi di Sumbar sulit ditopang oleh industri besar karena letak geografis Sumbar sendiri yang berada di pantai barat sumatera yang bukan merupakan jalur utama perdagangan nasional, apalagi internasional. Selain itu bahan mentah untuk industri besar pun akan didatangkan dari luar Sumbar yang akan menyebabkan kenaikan harga sehingga sulit bersaing. Sementara jika industri besar ada, maka tujuan pemasarannya pun akan keluar Sumbar karena jumlah penduduk Sumbar sedikit, dan ini akan menaikkan harga jual sehingga daya saing berkurang. Belum lagi dengan karakter masyarakat yang tidak cocok menjadi buruh industri karena akan terkungkung dengan “jam kerja yang diatur†yang tidak sesuai dengan karakater masyarakat Minang. Jikapun ada yang bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja, biasanya merupakan hasil pilihan yang selektif, misalnya menjadi pegawai negeri sipil atau pegawai perusahaan yang sudah memiliki reputasi yang pendapatannya di atas upah minimum regional (UMR). Maka tidak heran jika angka kemiskinan di Sumbar terus menurun dan jauh di bawah angka kemiskinan nasional namun angka pengangguran walaupun turun setiap tahun tapi masih di atas angka nasional (0,1 % di atas nasional), salah satu sebabnya adalah sikap yang selektif dalam memilih pekerjaan. Dan sejauh ini belum ditemukan penduduk Sumbar yang menjadi tenaga kerja ‘unskilled’ seperti pembantu rumah tangga (TKW) di dalam maupun luar negeri. Tenaga kerja yang ada lebih didominasi oleh mereka yang memiliki ‘skill’.
Dengan melihat kondisi yang ada tersebut, maka kehidupan ekonomi masyarakat Sumbar mengarah kepada ekonomi kerakyatan yang membutuhkan peran lembaga keuangan untuk membantu, memberdayakan dan juga meningkatkan kapasitas usaha masyarakat.
Ekonomi rakyat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ekonomi yang mengacu kepada peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dan selama ini Pemprov Sumbar sudah menelurkan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang betujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Baik dengan memperjuangkan dari APBN, APBD maupun bantuan dari perantau.
Namun demikian, selaku Gubernur Sumbar saya tetap terus mengajak para pelaku industri keuangan di Sumbar, untuk memberikan bantuannya kepada masyarakat Sumbar yang banyak bergelut di bidang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tersebut.
Mereka ini layak dibantu karena selama ini untuk mendapat tambahan modal masih banyak yang memakai jalur rentenir yang bunganya tinggi. Jika bunga tinggi saja sanggup dibayar, maka bunga yang berasal dari bank tentu bisa dibayar. Apalagi kredit usaha rakyat (KUR) yang bunganya hanya 9%. Di samping itu selama ini mereka memang sudah melakukan usaha tersebut cukup lama (usaha yang feasible) sehingga syarat dari lamanya usaha yang biasa diminta bank pun bisa dipenuhi. Dan juga sudah terbukti bahwa tingkat kredit macet dari pelaku UMKM ini kecil sehingga layak untuk dibantu.
Antusias masyarakat untuk mendapat bantuan bisa dilihat dari penyaluran KUR di Sumbar yang termasuk tertinggi di Indonesia jika dibandingkan dengan jumlah penduduk. Pada bulan Juli 2013 penyalurannya mencapai Rp3,6 triliun dan alhamdulillah pada Desember 2014 naik menjadi Rp5 triliun. Kenaikan ini membuktikan bahwa pelaku UMKM di Sumbar selain jumlahnya bertambah, juga membutuhkan bantuan dana.
Kehidupan ekonomi masyarakat Sumbar adalah ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu setiap kebijakan dan program ekonomi pemerintah selalu diupayakan dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk bisa berkembang dan sejahtera. ***
Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Singgalang, 8 Maret 2016