IP dan MOBILNYA
Pajero berwarna silver metalik itu menyeruak diantara antrian di belokan SMA Negeri 1 Padang. Beberapa kendaraan di belakang ada yang membunyikan klakson seolah tak sabar kenapa ada antrian. Biasalah, antrian di belokan Belanti tak jauh dari SMA 1 Padang itu, kalau pagi hari memang begitu. Banyak orang tua mengantar anaknya ke sekolah.
Ketika pengemudi Pajero itu membuka jendela, tiba-tiba yang mengatur jalan datang. “Ohh…maaf pak, sebentar pak…†lalu ia segera menyetop kebndaraan di belakang. Maksudnya agar Pajero itu bisa maju.
“Ndak baa…. Bia se lah…..tarimokasih,†kata pengemudi Pajero, sedang yang mengatur jalan hanya geleng kepala. Padahal……
Lelaki itu, yang duduk di belakang setir Pajero bernama Irwan Prayitno. Selasa 18 Agustus 2015, ia berada dalam kabin mobilnya untuk mengantar anaknya di SMA 1 Padang. Hari itu, adalah hari kerja pertama Irwan Prayitno kembali menjadi orang biasa. Jabatannya sebagai gubernur Sumatera Barat yang diemban sejak 15 Agustus 2010 sudah diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana Undang-Undang menghendaki. Lalu oleh Mendagri, ditunjuk seorang Penjabat Gubernur, Reydonnyzar Moenek untuk menjalankan pemerintahan di Sumatera Barat sampai dilantiknya gubernur definitif hasil Pilkada 9 Desember mendatang.
Menjadi orang biasa itu bagi orang lain mungkin tidak biasa. Maklumlah selama menjabat serba dilayani. Jadinya ketika tidak lagi menjabat, kalang kabut bahkan tak sedikit yang terkena postpower syndrome. Tapi bagi Irwan menjadi orang biasa itu biasa saja. “Dari tiada menjadi ada, lalu menjadi tiada. Dulu saya tidak anggota DPR lalu jadi anggota DPR, lalu tidak jadi anggota DPR. Dulu bukan gubernur, lalu jadi gubernur, jadi yaaa… biasa saja, its nothing to lose,†kata Irwan Prayitno.
Karena itu ia merasa tak ada beban ketika harus nyetir sendiri dari rumahnya untuk mengantar Shofwatul Islah (kelas II) dan Farhana (kelas I) ke sekolah. Bahkan bagi Irwan ini sebuah sesansi sendiri, lantaran lima tahun ini ia benar-benar tak sempat mengantar anak-anaknya ke sekolah. “Hari itu saya yang minta mengantar,†ujar Irwan.
Pajero berpelat B itu sebenarnya acap juga dikemudikan Irwan tapi malam hari apabila ia sedang ingin berkeliling Kota Padang melihat-lihat atau sekedar mencari sate kesukaannya di kawasan Kalumbuk.
Berkendara sendiri atau menyetir sendiri bagi Irwan sudah hal yang tidak asing. Bertahun-tahun di Jakarta ia banyak mengemudi sendiri mobilnya termasuk waktu duduk di DPR. Ia pakai sopir bila harus buru-buru menghadiri sidang.
Maunya, ketika berdinas sebagai Gubernur ke Jakarta, ia mengemudi sendiri. Tapi lantaran ada sopir yang sudah menjemputnya dari Kantor Penghubung di Jakarta ia pun naik mobil dinas.
Itulah sebabnya ia merasa penting memperpanjang rijbewijs alias Surat Izin Mengemudi nya yang hampir habis masa berlaku. Untuk itu, ia datang sendiri ke Polresta Padang ke unit SIM di Satlantas. Padahal, banyak pejabat negara bahkan pejabat eselon II saja kalau mengurus SIM dibantu oleh stafnya, tinggal berfoto saja. “Tapi Pak Irwan mengisi sendiri blanko permohonan dan menunggu seperti juga yang lain mengantri giliran sampai namanya dipanggil,†kata Rinaldi, staf pribadi Irwan yang menemaninya satu hari ke Polresta Padang untuk memperpanjang SIM.
Begitulah, dalam kesehariannya Irwan kadang acap lepas dari perhatian protokoler yang dia sendiri berhak diberikan pelayanan protokoler. Tapi apabila bisa memilih tanpa protokoler, Irwan akan memilih yang tanpa protokoler itu. Alasanya, kendengarannya memang klise, namun sesunggunya itu adalah alasan dia apa adanya. “Dulu juga tidak dilayani, dan nanti setelah tak ada jabatan juga tidak dilayani. Mari kita coba melayani diri sendiri agar kita bisa membantu melayani orang,†ujar Irwan kemarin ketika duduk berselonjor di salah satu gazebo yang dibangun di sisi selatan kampus Adzkia sambil mamatut-matut aliran sungai Batang Kuranji.
Meskipun bukan orang Jawa, tetapi salah satu nasehat orang Jawa ojo dumeh atau ‘jangan mentang-mentang’ sangat merasukinya. Sering kepada para pembantu dekatnya ia mengatakan hal itu, “Jangan mentang-mentang kita berkuasa, kita seenaknya,†kata Irwan. Maka kata kuncinya: low profile. Kalau sudah low profile  lantas masih saja orang tidak suka, ya…t e r l a l u.(**)
Metro Andalas, 19 Agustus 2015