Munadi Arifin Pimpin IAI Sumbar
PADANG, HALUAN — GuÂbernur Sumbar Irwan Prayitno berharap, Ikatan Akuntan Indoneisa (IAI) Sumbar dapat memberikan kontribusi, memÂbantu pemerintah daerah mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa pembinaan dan peningÂkatan kualitas SDM di bidang pengelolaan keuangan daerah.
Jumlah PNS dengan latar belakang pendidikan akunÂtansi amat terbatas di PemÂprov Sumbar. Sementara untuk mencapai target pengeÂlolaan keuangan daerah deÂngan opini Wajar Tanpa PengeÂcualian (WTP), hanya dapat dilakukan oleh para akuntan yang ahli di bidangnya.
“Besar harapan kita, angÂgota IAI Sumbar dapat memÂbantu pemerintah daerah, memberikan pelatihan dan pendampingan kepada aparat mengelola keuangan di setiap SKPD, sehingga harapan memperoleh opini WTP dapat diwujudkan,†ujar Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dalam sambutannya pada pelantikan Pengurus Wilayah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) SumÂbar periode 2012-2016 Rabu (20/6), di gubernuran Sumbar.
Ketua Pengurus Wilayah IAI Sumbar periode 2012-2016 diperÂcayakan kepada Ir.Munadi AriÂfin,SE,Ak,MM yang saat ini sebagai Direktur Utama PT Semen Padang. Munadi menggantikan ketua sebeÂlumnya Endang Irzal yang juga mantan Dirut PT Semen Padang. Sementara wakil ketua yang dilanÂtik yakni Dr Yuskar, SE, MA, Ak, Drs Epriliyono Budi, Ak, MM, Drs Zulwarsi, Ak dan Yohanes, SE, Ak, MM. Sekretaris diamaÂnahkan kepada Prof Eddy R Rasyid, Mcom (Hons), Ak dan bendahara dipegang Dra Sri Dewi Edmawati, Msi, Ak.
Ketua IAI terpilih, Munadi Arifin mengharapkan koordinasi dan sinergi semua pihak, agar IAI dapat meningÂkatkan peran mendukung pemÂbangunan daerah. “Kita pahami biÂdang akuntansi sangat penting, terÂutama dalam hal laporan keuaÂngan. Oleh sebab itu, saya mengajak angÂgota IAI dapat meningkatkan peran di bidang akuntansi ini,†harapnya.
Duduk Bersama
Ketua Dewan Pimpinan NasioÂnal (DPN) IAI Prof Mardiasmo yang juga Kepala BPKP Pusat, menyamÂbut baik peluang yang diberikan Pemprov Sumbar itu. Hal tersebut juga menjadi bagian tugas dari anggota IAI sebagai fasilitasi, misalnya saja dengan membicaÂrakannya bersama BPK dan BPKP kemudian bertemu dengan gubernur dan seluruh bupati/walikota.
“Anggota IAI jangan menjadi menara gading, terutama akuntan pendidik, pandai di kampus saja. Mereka harus membantu pemeÂrintah daerah membenahi laporan keuangan agar tercipta good clean governance and clean goverment. Sebab yang bisa membuat laporan keuangan dengan benar itu memang hanya akuntan,†ujar Mardiasmo.
Persoalan yang membelit keuaÂngan daerah itu dapat disigi dan dibuka semuanya. Opini WDP ada pula tingkatannya, WDP tingkat bawah bisa menjadi desclaimer dan WDP tinggi bisa menuju WTP. Bila masalahnya ada di semua pemeÂrintah daerah, seperti masalah aset dan dan hibah, harus dibahas sehingga ke depan tidak terulang lagi.
Menurut Mardiasmo, untuk tingkatan laporan keuangan itu mestinya dari WDP tidak langsung WTP dan kemudian Wilayah Bebas Korupsi (WBK), tetapi ada peÂnilaian lagi yaitu Wajar Tertib Administrasi (WTA).
Di sinilai peran IAI. Seluruh Satuan Kerja (Satker)harus dibenahi dulu administrasinya. Administrasi ini merupakan pondasi. Bila ponÂdasinya kuat, maka dengan mudah meraih WTP bahkan WBK. Tetapi yang terjadi sekarang justru bagai penari poco-poco, peraih WTP bila mundur lagi mendapatkan WDP.
Dalam ceramahnya, Mardiasmo juga mengungkap, potret pengelolaan penerimaan negara/daerah. SebaÂnyak 1.561 kasus atau Rp2,9 triliun atau sekitar 79 persen penerimaan negara/daerah atau denda keterÂlambatan pekerjaan belum ditetapÂkan, belum dipungut dan belum disetor ke kas negara/daerah.
Lalu terdapat 153 kasus dengan uang Rp805,21 miliar atau sekitar 7,74 persen penerimaan negara/daerah digunakan langsung dan ditemukan 153 kasus dengan uang Rp79,9 miliar atau sekitar 7,74 persen pengenaan tarif pajak/PNBP lebih rendah dari ketentuan.
Sedangkan potret pengelolaan pengeluaran pemerintah daerah ditemukan 697 kasus dengan uang Rp189,03 miliar atau sekitar 30,06 persen kekurangan volume pekerÂjaan atau barang pada pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) pelaksanaan belanja.
Lalu kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan atau barang pada pemeriksaan LKPD dan PDTT pelaksanaan belanja ditemukan 402 kasus dengan uang Rp151,22 miliar atau 17,34 persen. Juga ditemukan belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan sebanyak 358 kasus dengan uang Rp244,57 miliar atau sekitar 15,44 persen. Dan terakhir, ditemukan pembayaran honorarium dan atau biaya perjalaÂnan dinas ganda, fiktif atau melebihi standar yang ditetapkan sebanyak 180 kasus dengan uang Rp34,59 miliar atau 7,76 persen. (h/vie/vid)
Haluan 21 Juni 2012