«

»

Irwan Prayitno dan Isu SARA

27 November 2015

LAGI-LAGI Prof. Dr. H. Irwan Prayitno, PSi, MSc., Datuk Rajo Bandaro Basa diserang dengan isu SARA. Kali ini yang diserang adalah nama belakang calon gubernur yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra tersebut, yaitu Prayitno. Menurut mereka, Prayitno di belakang nama Irwan tidak mencirikan identitas budaya Minangkabau, karena nama Prayitno merupakan ciri khas suku Jawa.

 

Parahnya lagi, mereka menyatakan, sebagai orang Minang mereka merasa malu memiliki seorang gubernur yang memakai nama identitas suku lainnya di Indonesia. Apatah lagi, Irwan Prayitno dianggap kurang fasih berbahasa Minangkabau, sehingga menjadi bahan olok-olokan bagi mereka.

 

Tak hanya menyerang Irwan Prayitno secara pribadi, mereka pun menyerang partai pengusung calon gubernur nomor urut 2 ini. Seakan kebencian kepada Irwan Prayitno tak hanya dilontarkan secara pribadi, tetapi juga secara politis, karena Irwan Prayitno didukung oleh dua partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).

 

Para pendengki itu pun menyeret-nyeret isu Pilpres ke ranah Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat 2015 ini. Mereka membangun opini, jika yang terpilih adalah Irwan Prayitno dan Nasrul Abit, maka tidak akan didukung oleh pemerintah pusat. Karena menurut mereka, yang direstui pemerintah pusat adalah calon lain, bukan Irwan Prayitno dan Nasrul Abit. Serangan tersebut dilancarkan di media sosial facebook oleh beberapa akun jejaring sosial yang tidak bertanggungjawab.

 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran: 118).

 

Penulis masih ingat, pilgub tahun 2005, dan 2010, isu itu dilontarkan oleh lawan-lawan politik Irwan Prayitno yang maju sebagai gubernur Sumatera Barat pada waktu itu. Irwan Prayitno dikatakan bukan orang Minang asli, melainkan diisukan sebagai orang Jawa. Pada pilgub 2005, isu itu sangat santer sekali. Dan pada pilgub 2010, sudah mulai agak berkurang, karena orang sudah tahu, bahwa Irwan Prayitno adalah asli Minangkabau. Lucu saja, pada pilgub 2015 ini masih ada orang-orang yang melakukan fitnah murahan dengan mengatakan Irwan Prayitno adalah orang Jawa.

 

Menurut Sosiolog Mochtar Naim dalam bukunya “Merantau”, pascatakluknya peristiwa PRRI-Permesta, orang Minang mengalami tekanan mental luar biasa dari pemerintahan Jakarta, banyak di antara mereka kemudian memutuskan meninggalkan kampung halaman untuk pergi merantau. Mulai pula orang berusaha menanggalkan identitas dan label keminangannya, salah satu lewat perubahan nama yang kejawa-jawaan.

 

Lantas, kenapa orang tuanya memberikan nama Irwan Prayitno, bukan nama keminang-minangan. Tentu orang tuanya punya alasan tersendiri. Ketika ayahnya Drs. H. Djamrul Djamal, SH mengambil program tugas belajar sebagai pengajar ke PTAIN di Yogyakarta, Ia memboyong serta istrinya Dra. Hj. Sudarni Sayuti. Di Yogyakarta, Sudarni hamil dan melahirkan.

 

Dan salah seorang sahabat Djamrul Djamal yang kebetulan bangsawan Kesultanan Jogjakarta memberikan nama itu. Nuansa Jawa di Yogya agaknya membuat Djamrul Djamal menerima pemberian nama sahabatnya tersebut untuk anak kesayangannya. Apatah lagi, setelah peristiwa PRRI pada tahun 1958, kebanyakan orang Minang sering memberi nama anaknya dengan akhiran “O”. Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi nasional, Djamrul Djamal pun menjelaskan kenapa dia menerima nama pemberian sahabatnya itu untuk anaknya. Salah satu alasannya adalah agar anaknya mudah masuk PNS.

 

Penulis ingin menekankan di sini, Irwan Prayitno adalah Anak Nagari Pauh IX Kecamatan Kuranji. Ia merupakan keturunan Minang asli, tanpa ada campuran dari etnis di luar Minang. Ayahandanya, Djamrul Djamal merupakan orang Simabur, Tanah Datar. Ibunya, Sudarni Sayuti merupakan orang Pauh IX Kecamatan Kuranji Kota Padang.

 

Sebagai orang Minangkabau, Irwan Prayitno bergelar Datuk Rajo Bandaro Basa jaleh sasok jarami-nya. Dia adalah putra asli Pauh IX Kecamatan Kuranji, bersuku Tanjung, dan dari gelar adat yang dia sandang orang tahu kalau dia adalah termasuk golongan ‘bangsawan’ Minangkabau di Nagari Pauh Basa Si Ampek Baleh (Pauh IX dan Pauh V). Dia merupakan penghulu suku Tanjung tapian Ampang.

 

Pertanyaannya adalah, apakah Prayitno di belakang namanya itu suatu kehinaan? Sama sekali tidak. Sebab, Prayitno memiliki arti bijaksana. Arti itu tak lebih tak kurang, juga pernah penulis dengar langsung dari kerabat dari pihak ayah Irwan Prayitno ketika berkunjung ke Batusangkar. Irwan Prayitno memanggil beliau dengan sebutan pak Uwo. Nah, pak Uwo ini menjelaskan kalau nama Irwan Prayino itu memiliki arti seorang lelaki yang memiliki rasa keadilan dan kebijaksanaan.

Perlu juga diingat, dalam Pilkada 2015 ini, tak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat yang memiliki nama yang mencirikan identitas budaya Minangkabau, seperti nama Bujang Selamat, Cati Bilang Pandai, Buyuang Kandua, dan lainnya. Semua nama mereka, baik itu calon gubernur maupun wakil gubernur mencirikan etnik lain di luar etnis Minangkabau. Muslim Kasim dan Fauzi Bahar adalah nama yang berasal dari bahasa Arab. Nasrul Abit pun merupakan nama yang bersumber dari bahasa Arab. Sedangkan Irwan Prayitno merupakan nama camburan yang bersumber dari bahasa Arab dan bahasa Jawa.

 

Dan sebagai Anak Nagari Pauh Basa Si XIV yang dilahirkan dan dibesarkan di rantau, Irwan Prayitno Datuk Rajo Bandaro Basa tidak malu mengaku kurang fasih berbahasa Minangkabau, terutama langgam bahasa Pauh Basa SI XIV Kota Padang. Walau dia berbahasa Minangkabau sekali pun, logat bicaranya lebih mirip dengan orang yang baru pandai bahasa Minang. Lantas apakah Irwan malu mengatakan, kalau dirinya kurang fasih berbahasa Kuranji? Tidak. Irwan mengakui kalau dirinya kurang fasih berbahasa Kuranji.

 

Isu lainnya yang ditebarkan para pembenci Irwan Prayitno adalah soal dukungan dari pemerintah pusat jika Irwan Prayitno terpilih sebagai gubernur. Menurut Syahrial Aziz dari LSM Mamak Ranah Minang, tudingan semacam ini merupakan persepsi dan prasangka negetif yang sengaja dibangun oleh lawan-lawan politik Irwan Prayitno. Tujuannya semata-mata adalah untuk menjatuhkan Irwan Prayitno secara politis, dan mencoba mengangkat pamor pasangan calon gubernur tertentu yang dianjungkan oleh orang-orang yang membangun persepsi dan prasangka negatif tersebut.

 

Tapi mereka lupa, ujar Syahrial Aziz lagi, kalau Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bertanggungjawab penuh kepada daerah-daerah yang merupakan bagian dari NKRI, termasuk Provinsi Sumatera Barat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang menjadi jatah daerah, tentu disesuaikan dengan kebutuhan daerah tersebut. Tak hanya itu, andil dan peran anggota DPR RI yang berasal dari Sumatera Barat sangat besar dalam memperjuangkan ‘kue’ pembangunan untuk daerah ini. Jika “kue” pembangunan itu kecil, maka wakil rakyat asal Sumatera Barat perlu dipertanyakan kinerja mereka memperjuangkan angggaran untuk Sumatera Barat.

 

Perlu diingat, Presiden Joko Widodo adalah seorang negarawan yang tidak mungkin membeda-bedakan daerah yang termasuk dalam lingkup NKRI. Dan ini dirasakan sendiri oleh Irwan Prayitno sewaktu menjadi Gubernur Sumatera Barat, walau di Sumatera Barat Jokowi – JK mendapat 22 persen suara dalam pilpres kemaren, tetapi anggaran APBN untuk Sumatera Barat terus mengalami peningkatan.

 

Buktinya, pada saat Presiden Jokowi menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2015 untuk Sumatera Barat kepada Irwan Prayitno selaku gubernur di Istana Negara Jakarta pada tanggal 8 Desember 2015. Dibandingkan tahun 2014, tahun 2015 DIPA Sumbar mengalami peningkatan drastis. Tahun 2014 DIPA Sumbar hanya Rp 9,127 triliun, sedangkan tahun 2015 DIPA Sumbar sebesar Rp 17,216 triliun.

 

Untuk  Sumbar rekapitulasi alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa tahun anggaran 2015 sebesar Rp17, 216 triliun. Sedangkan alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa tahun anggaran 2015 bagi Sumbar adalah Rp2,182 triliun. Rinciannya, Dana Bagi Hasil Pajak Rp142,443 miliar, Dana bagi Hasil Sumber Daya Alam Rp13,543 miliar, DAU Rp1, 221 triliun DAK Rp62,731 miliar, serta dana transfer lainnya Rp742,282 miliar.

 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Hujuraat: 11).

 

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq.

 

Ditulis Oleh:

Zamri Yahya, SHI

Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang

 

Bentengsumbar.com, 27 November 2015

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>