«

»

Investasi, Sebuah Keniscayaan

22 November 2016

Pada tanggal 11 November 2016 lalu saya menyampaikan presentasi prospek investasi dan pariwisata Sumatera Barat dalam  acara Indonesia Business Summit sekaligus hadir di Indonesia Fair yang diadakan di Perth, Australia. Acara ini diselenggarakan atas kerjasama Kementerian Luar Negeri RI, Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) RI, dan Kementerian Pariwisata RI. Para investor yang menghadiri acara ini adalah mereka yang sudah melakukan investasi, belum sama sekali dan juga sedang akan melakukan investasi di Indonesia, khususnya Sumatera Barat. Acara ini berlangsung hingga 14 November 2016. Kepala daerah dari beberapa provinsi dan kota/kabupaten di Indonesia juga turut hadir di acara ini.

Jemput bola mendatangi investor mengajak berinvestasi di daerah adalah sebuah keniscayaan saat ini. Di tengah keterbatasan anggaran, baik APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) maupun APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), mengundang investor masuk adalah salah satu hal yang bisa dilakukan dalam rangka menjalankan program pembangunan.

Anggaran Pemerintah yang sudah ada secara umum sudah dipakai untuk hal-hal yang wajib dan prioritas dengan persentase tertentu yang disyaratkan oleh Undang-Undang maupun dari pemerintah pusat. Misalnya anggaran pendidikan minimal sebesar 20 persen, anggaran kesehatan minimal 10 persen, dan anggaran infrastruktur (jalan, jembatan, irigasi dll) yang harus di atas 23 persen. Sedangkan gaji pegawai sudah di atas 20 persen, bahkan ada pula yang mencapai 40 persen.

Dengan mengkalkulasi persentase anggaran tersebut, masih banyak sektor dan dinas yang belum mendapatkan dana yang cukup untuk membangun, yaitu di luar sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Misalnya pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, koperasi dan UMKM, pemberdayaan perempuan, perpustakaan dan kearsipan, olahraga, pariwisata dan lainnya. Persentase untuk sektor-sektor ini umumnya di bawah 5 persen, bahkan ada yang di bawah 1 persen.

Mengandalkan sumber dana pembangunan dari daerah sendiri seperti PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang mayoritas disumbang oleh PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) belumlah memadai. Demikian pula peran sektor swasta, seperti para perantau yang fokus kepada kampung halamannya. Peran perantau dalam membangun kampung halamannya selama ini sangat saya apresiasi. Namun tetap masih banyak dibutuhkan dana untuk membiayai program-program pembangunan di banyak sektor seperti yang disebut di atas.

Dengan demikian bisa dilihat bahwa investasi menjadi alternatif yang bisa diandalkan untuk membantu berjalannya program pembangunan yang ujungnya adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Namun yang mesti dipahami oleh masyarakat, investasi yang masuk ke Sumbar adalah investasi yang cocok dengan kondisi Sumbar. Baik kondisi geografis, demografis, juga adat, budaya dan agama.

Saya pun turut memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam menyikapi masuknya investasi ke Sumbar. Memang tidak semua investasi bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, khususnya bila dirasa menyinggung suasana keagamaan, maupun adat dan budaya. Namun hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang mayoritas. Karena kenyataannya banyak investasi yang masuk dan bisa diterima oleh masyarakat.

Investasi yang cocok dengan kondisi geografis Sumbar adalah investasi sektor energi, yaitu panas bumi dan mikrohidro (energi kelistrikan). Demikian pula investasi di sektor pariwisata, di mana keberadaan pantai, gunung, ngarai, bukit, air terjun dan keindahan alam lainnya bisa ditingkatkan nilai tambahnya dengan pembangunan resort, hotel, kereta gantung, dan lainnya. Sehingga keberadaan sebuah kawasan wisata bisa memberi manfaat sebesar-besarnya bagi wisatawan karena adanya berbagai sarana, prasarana dan fasilitas yang memuaskan.

Demikian pula dengan kondisi demografis, adat, budaya dan agama. Investasi yang masuk tidak mungkin investasi padat karya, namun bisa bermitra dengan masyarakat untuk beberapa sektor seperti energi, kelistrikan, kelautan dan pariwisata. Apalagi jika membangun pabrik dengan mendatangkan bahan baku dari luar pulau, tentu tidak akan berhasil karena harga yang dikeluarkan tidak bisa bersaing. Dan kenyamanan masyarakat dalam menjalankan agamanya serta adat  budaya juga harus menjadi perhatian investor.

Berbagai kemudahan dan jaminan sudah diberikan kepada para investor untuk berinvestasi di Sumbar, dan alhamdulillah target investasi tahun 2016 sebesar Rp 3,8 triliun ini sudah terlampaui. Hingga kuartal ketiga nilainya sudah mencapai Rp 4,03 trilun. Selaku Gubernur saya mengajak masyarakat untuk mendukung masuknya investasi ke Sumbar. Insya Allah dengan dukungan dari masyarakat, pemerintah kota/kabupaten, kenyamanan dan keamanan berinvestasi akan memberikan dampak positif kepada masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung. ***

Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar

Singgalang, 22 November 2016