«

»

Tekad Pemprov Membangun Pembinaan Umat Melalui Ulama

14 Februari 2017

Saya tidak menduga bahwa berita tutupnya Kantor MUI (Majelis Ulama Indonesia) Sumbar karena masalah anggaran sudah membuat heboh dan menimbulkan keributan serta menjadi bahan pembicaraan masyarakat banyak. Bahkan kehebohannya sudah sampai hingga ke pelosok negeri dan juga mancanegara. Di media sosial, bahkan sudah menjadi pembahasan pro kontra yang cukup hangat. Ada yang bertanya kepada Gubernur dan ada juga yang menyalahkan Gubernur/Pemprov melalui media sosial tersebut.

Saya mohon maaf jika tidak sempat untuk menjawab dan membalas satu persatu berbagai pertanyaan tersebut. Karena kesibukan saya di dunia nyata (offline), sehingga tidak bisa sering membuka ponsel untuk mengunjungi dunia maya (online). Selama ini saya menggunakan ponsel lebih difokuskan untuk komunikasi dengan  para pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) yang menyangkut pekerjaan, juga untuk setoran bacaan Al Quran harian serta berbagai informasi dengan keluarga melalui aplikasi Whats App. Sehingga, jika ada pesan-pesan masuk dari media sosial, staf saya yang kadang menyampaikan.

Jawaban yang sudah disampaikan secara umum melalui akun facebook saya dan juga klarifikasi secara resmi dari OPD Pemprov, semuanya berkisar tentang aturan yang berlaku. Tidak adanya  anggaran untuk MUI, bukan karena ‘mau atau tidak mau’ membantu MUI atau ormas lainnya, tetapi ini adalah masalah aturan perundang-undangan yang mengatur tentang hibah kepada ormas.

Semenjak saya menjabat Gubernur di tahun 2010, dana untuk MUI Sumbar sudah dianggarkan melalui APBD yang sudah disetujui oleh DPRD Provinsi Sumbar. Dana untuk MUI Sumbar di tahun 2010, 2011, dan 2012 dianggarkan di APBD Provinsi. Tetapi karena ada Permendagri No. 32 Tahun 2011 dan Permendagri No. 39 Tahun 2012 yang di antara isinya adalah melarang hibah kepada ormas setiap tahun, maka di tahun 2013, MUI Sumbar tidak mendapat hibah. Tetapi Pemprov Sumbar tetap menganggarkan beberapa kegiatan MUI Sumbar melalui Biro Binsos (Bina Sosial) Pemprov. Bantuan kepada MUI Sumbar yang disalurkan melalui kegiatan di OPD, sesuai dengan aturan yang ada, mesti dianggarkan dan dikelola oleh OPD (Pemerintah) yang bersangkutan, bukan oleh Ormas.

Di tahun berikutnya (2014), MUI Sumbar dibolehkan mendapat hibah setelah tahun 2013 tidak mendapat hibah. Gubernur dan DPRD Provinsi menganggarkan di APBD 2014 sebesar Rp700 juta. Namun sekitar setengah dari uang tersebut dikembalikan ke kas daerah disebabkan tidak terlaksananya program oleh MUI Sumbar pada tahun berjalan. Tahun 2015, MUI tidak mendapat hibah, karena tahun 2014 sudah dapat dan tidak bisa setiap tahun. Semestinya pada tahun 2016, MUI kembali mendapat hibah. Tapi kenyataannya tidak ada. Untuk hal ini, saya tidak tahu persis apa yang terjadi, karena saya sudah tidak lagi menjabat Gubernur sejak 15 Agustus 2015 sampai 12 Februari 2016. Namun jika dilihat kemungkinan sebabnya bisa beberapa hal, karena aturan melarang atau tidak ada usulan kegiatan dari MUI Sumbar sendiri, atau juga masalah lainnya.

Di tahun 2017, berbeda dengan tahun sebelumnya, karena rujukan aturan hibah juga harus mempedomani UU No. 23 Tahun 2014 pasal 298, yang mengatur hibah/bansos dapat  diberikan setelah terpenuhinya urusan wajib dan urusan pilihan. Ternyata APBD Prov Sumbar tahun 2017 tidak memenuhi urusan wajib dimaksud. Sehingga melalui  Keputusan Mentri Dalam Negeri Nomor: 903-10297 Tahun 2016 tentang Evaluasi Rancangan Perda Prov Sumbar tentang APBD 2017, Pemprov Sumbar, dilarang memberikan hibah/bansos. Pelarangan pemberian hibah ini ditujukan kepada semua lembaga dan ormas. Anggaran yang telah disediakan untuk hibah tersebut disarankan agar dialihkan untuk belanja infrastruktur/belanja modal.

Melihat hal yang demikian, kami di pemerintahan akan selalu patuh dan taat dengan aturan yang berlaku. Selain aturan hibah, juga ada Surat Edaran Mendagri dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang mengingatkan Kepala Daerah untuk mendistribusikan hibah secara baik dan sesuai aturan. Sudah banyak Kepala Daerah dan masyarakat terjerat hukum terkait dana hibah/bansos ini. Bahkan salah seorang mantan Ketua MUI Sumbar pernah dihukum dan masuk penjara karena masalah hibah dari Pemprov kepada MUI Sumbar.

Sikap kehati-hatian ini tidak berarti kami menolak membantu MUI Sumbar atau tidak suka kepada Ulama. Ulama adalah manusia yang dilebihkan derajatnya oleh Allah SWT karena ilmunya. MUI Sumbar adalah lembaga milik umat Islam yang jelas kontribusinya kepada umat dan Islam. Hal ini tak bisa diperdebatkan. Ketiadaan anggaran  untuk MUI Sumbar,  tidak ada kaitannya dengan mendukung atau tidak mendukung MUI Sumbar, tetapi semata karena aturan. Bukan berarti Gubernur harus berani cari terobosan, karena dalam pemerintahan sudah ada aturan main. Juga bukan berarti Gubernur hanya main aman atau Gubernur kurang kreatif. Kita harus ikut aturan dalam mendistribusikan uang rakyat. Untuk itu saya mengajak kepada pihak non pemerintah (masyarakat) untuk turut berpartisipasi membantu MUI Sumbar tanpa terikat dengan aturan-aturan yang ada.

Aturan dan perundangan yang mengatur tentang hibah ini berlaku di seluruh Indonesia. Masing-masing daerah punya kemampuan keuangan yang berbeda. Kami tidak tahu persis jika di daerah lain bisa memberikan dana hibah kepada MUI, mungkin mereka dibolehkan oleh Mendagri (bagi Provinsi), karena telah memenuhi syarat. Tapi yang jelas untuk APBD Prov Sumbar 2017, Mendagri melarang memberikan hibah, karena dananya tidak cukup untuk alokasi pembangunan infrastruktur dan tidak memenuhi aturan yang ada.

Kami sebagai orang pemerintah, melihat seluruh aturan dan perundangan tentang hibah, sebagai upaya menertibkan dan mengatur secara baik tentang hibah agar kepentingan rakyat secara umum terperhatikan. Disinyalir, jika ada hibah tanpa aturan, akan ada oknum yang bisa menyelewengkan dananya sehingga akhirnya merugikan rakyat.

Kami melihat hikmah yang besar atas peristiwa ini. Begitu banyak masyarakat yang peduli dengan MUI Sumbar sehingga banyak yang tergerak untuk memberikan bantuan. Kami secara pribadi maupun atas nama pemerintah mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang tinggi atas simpati, perhatian dan dukungan masyarakat semua. MUI Sumbar milik kita bersama, tidak harus selalu pemerintah yang mendanai. Karena begitu banyak potensi umat yang bisa digalang untuk membantu MUI Sumbar. Para ulama di MUI Sumbar pastilah punya jamaah yang bisa memberi bantuan untuk membantu urusan dakwah para ulama seperti membangun masjid atau pesantren. Tentu juga mereka akan bisa membantu bila diarahkan untuk kebutuhan organisasi MUI.

Pemerintah memiliki banyak kendala karena aturan. Pemerintah tidak bisa meminta kepada perusahaan misalnya, membantu MUI Sumbar, walaupun melalui CSR (corporate social responsibility) nya. Karena CSR juga ada aturannya dan merupakan kewenangan perusahaan, bukan merupakan otoritas Gubernur. Meminta perusahaan membantu pun bisa dianggap gratifikasi. Apalagi jika diminta pemerintah untuk ‘mencari cari’, akan semakin melanggar aturan.

Insya Allah kami dari Pemerintah Daerah siap selalu dan tetap akan mendukung MUI Sumbar dan seluruh ormas yang mendukung kepentingan rakyat. Untuk kepentingan rakyat, Pemerintah bersedia untuk terlibat. Di dalam RPJMD Prov Sumbar, juga di Visi dan Misi No 1, sudah tertulis menjadikan agama sebagai program utama pemerintah Provinsi.  Begitu juga dengan program destinasi wisata dan kuliner halal. Ini menjadi komitmen kami di Pemprov tanpa ada keraguan sedikitpun. Dan selama ini saya pun sudah dikenal masyarakat sebagai dai dan aktifis dakwah.

Dengan keterbatasan dana yang ada pun, sejak tahun lalu kami telah pinjamkan MUI Sumbar sebuah mobil Toyota Inova untuk operasional. Namun minggu lalu dikembalikan ke Pemprov dengan alasan tidak ada dana operasional. Sekali lagi, pemerintah tetap mengikuti aturan, bahwa kami tidak bisa menyediakan dana operasional untuk mobil tersebut.

Sebetulnya kami bisa memberikan bantuan kepada MUI Sumbar berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 151 Tahun 2014, pada pasal 4 ayat (2) itu.  Sesuai Perpres tersebut, kegiatan lembaga atau ormas bisa diakomodir oleh kegiatan dinas atau OPD terkait, asalkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tapi anggaran tersebut, berada di SKPD/OPD, bukan berupa hibah tapi dalam bentuk kegiatan. Tidak bisa untuk gaji pegawai, biaya listrik dan air.

Mungkin yang dibutuhkan oleh MUI Sumbar adalah gaji pegawai di Sekretariat MUI Sumbar. Sedangkan kantor MUI  Sumbar sudah bertempat di Masjid Agung Nurul Iman. Masjid ini merupakan milik Pemerintah, yang dikelola oleh Pemko Padang. Rasanya tidak ada bayaran untuk sewa dan juga listrik atau air. Tapi membayar uang kontribusi Rp1 juta setiap bulan kepada pihak masjid seperti halnya lembaga lain yang berkantor di sana.

Alhamdulillah, seluruh pegawai kami yang ada di pemprov telah menyetorkan zakatnya ke Baznas Provinsi yang jumlah totalnya saat ini sudah milyaran rupiah. Kami bisa meminta Baznas Provinsi untuk membantu MUI Sumbar. Bahkan kami juga telah menawarkan dana Baznas kepada MUI Sumbar. Tapi kabarnya Komite Fatwa MUI Sumbar belum sepakat menerima zakat untuk asnaf fi sabillillah. Baru dalam waktu dekat ini, direncanakan pada 18 Februari 2017 di Padang Panjang,  MUI Sumbar akan membahas dan memutuskan menerima atau tidak bantuan zakat dari Baznas Prov untuk MUI Sumbar. Bila MUI Sumbar dan ormas masih berkenan ingin mendapatkan bantuan hibah dari pemerintah provinsi, dipersilahkan hingga akhir Februari 2017 ini untuk mengajukan proposal ke Biro Bintal Kesra Pemprov, walaupun keputusan boleh tidaknya penggunaan anggaran, tetap menunggu dari evaluasi Kemendagri.

Demikian tanggapan saya terkait masalah anggaran MUI Sumbar. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih kepada seluruh elemen masyarakat yang telah membantu MUI Sumbar. Dan saya pun mohon maaf apabila harapan masyarakat belum bisa dipenuhi. Semoga tulisan ini bisa menjawab pertanyaan masyarakat tentang hibah dan sekaligus mohon maaf tidak bisa menjawab satu persatu berbagai pertanyaan masyarakat. Semoga Allah SWT selalu meridhoi usaha kita. Aamiin.

Wassalam
Irwan Prayitno

Singgalang, 14 Februari 2017