Antrian kendaraan terlihat ramai, Rabu (5/8) sekitar pukul 16.00 WIB di Taratak Paneh, Kecamatan Kuranji. Antrian mulai dari gerbang utama sebuah komplek sekolah—yang berada di tengah bangunan cukup besar dan pekarangannya cukup luas—hingga jalur keluar komplek tersebut. Serentak saja, ratusan anak-anak yang memakai seragam berbeda, bertuliskan TKIT dan SDIT serta SMPIT, keluar dari ruangan kelas sekolah itu. Mereka mendatangi orang tua mereka yang sabar menanti menjemput mereka pulang dengan kendaraan masing-masing.
SWARI ARFAN—Padang
Suasana tersebut rutin terlihat sore hari di Komplek Yayasan Pendidikan Adzkia di Taratak Paneh. Yayasan Pendidikan Adzkia mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menjadi salah satu lembaga pendidikan swasta favorit di Sumbar. Namun, siapa sangka, yayasan dengan aset mencapai Rp70 miliar saat ini, didirikan oleh Irwan Prayitno hanya dengan bermodalkan Rp15 ribu. Kenapa bisa?
POSMETRO berkesempatan mewawancarai Irwan Prayitno untuk mengorek cerita perjuangannya membesarkan Yayasan Pendidikan Adzkia. Kepada POSMETRO, Irwan Prayitno mengungkapkan, berawal setelah tamat kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) tahun 1988, dirinya pulang kampung ke Padang. Di Padang Irwan Prayitno mulai menanamkan niat untuk dapat berbuat lebih banyak untuk mencerdaskan masyarakat di kampung halamannya.
Irwan Prayino memilih jalan yang berbeda dari mereka yang lebih memilih mulai berjuang mencari kerja setelah tamat kuliah. Hal ini dibuktikannya dengan menolak tawaran kerja sebagai karyawan di PT Semen Padang. “Semen Padang waktu itu membutuhkan tenaga psikologi. Karena tamatan psikologi langka waktu itu. Saya menolak,” terang Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno justru memilih mendirikan bimbingan belajar. Walaupun dengan hanya Rp15 ribu. Cukup nekad dan berani memang. Namun, Irwan Prayitno justru melihat sebuah peluang besar dari kenekatannya itu. “Di Kota Padang, saat itu tidak banyak bimbingan belajar berdiri. Kecenderungan masyarakat masih menempuh pendidikan formal. Saya melihat peluang itu,” terang Irwan Prayitno.
Dengan modal pas-pasan Rp15 ribu yang dimilikinya, Irwan Prayitno mulai mencetak brosur, yang memuat pengumuman penerimaan siswa baru untuk bimbingan belajar. “Brosur tersebut saya cetak satu rim. Kemudian saya pergi ke sekolah-sekolah. Di depan gerbang sekolah saya bagikan satu per satu kepada siswa yang lewat,” terang Irwan Prayitno.
Untuk menjalankan rencananya mendirikan lembaga bimbingan belajar tersebut, Irwan Prayitno mengajak kawan-kawannya yang dapat bekerjasama. Semangatnya bersama teman-teman, lalu akhirnya terdorong untuk membangun lembaga pendidikan Adzkia (yang artinya kecerdasan) untuk dakwah pendidikan, serta Yayasan Al-Madani untuk mengurusi dakwah sosial.
Brosur telah disebar ke sekolah-sekolah di Kota Padang, Irwan Prayitno berhasil mendapatkan murid dua lokal. Sebanyak 80 siswa yang mengikuti bimbingan belajar Adzkia. Tidak memiliki gedung sendiri, Adzkia menyewa gedung PGAI, dengan syarat uang sewanya dibayarkan bulan berikutnya setelah siswa didapatkan. “Awalnya cuma empat jurusan, setelah itu terus berkembang, banyak peminat, saya memilih untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak,” ujarnya.
Langkah itu berjalan lancar, siswa didapat, sewa gedung juga sudah dibayarkan. Ada empat jurusan yang dibuka, Fisika, Matematika, Biologi dan Kimia. Sementara tenaga pengajarnya juga hanya empat orang, diantaranya, Prof Syukri Arief. Mereka umumnya berasal dari perguruan tinggi ternama seperti, IPB, UGM, Unand dan dirinya dari UI.
Perjuangan untuk membuat Adzkia tetap eksis cukup berat. Bahkan tidak jarang, tempat belajar juga menjadi berpindah-pindah. Pertama, di PGAI pindah ke Jalan Raden Saleh, kemudian ke Jalan Diponegoro. Selanjutnya pindah lagi ke Jalan Belakang Olo, Simpang Damar.
Setelah sering berpindah-pindah, Irwan Prayitno akhirnya mendapatkan tanah wakaf dari ibunya di Taratak Paneh, Kecamatan Kuranji. Secara perlahan gedung sekolah mulai dibangun. Kemudian membeli tanah di sekitarnya untuk mendirikan sekolah lainnya.
Secara perlahan tapi pasti, Yayasan Pendidikan Islam Adzkia terus tumbuh seiring tingginya kesadaran masyarakat di Kota Padang pentingnya pendidikan. Tahun 1990 Adzkia membuka Taman Kanak-Kanak Adzkia yang sampai sekarang berkembang menjadi tujuh cabang yang tersebar di Kota Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh.
Kemudian Yayasan Adzkia mendirikan SDIT, SMPIT, SMAIT dan SMK. Kemudian juga melanjutkan dengan mendirikan perguruan tinggi. “Sekarang kita juga sudah membuka di Medan, Sumatera Utara,” sebutnya.
Melihat kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan guru TK yang profesional, maka YPIC Adzkia pada tahun 1994 membuka Program Diploma I PGTK Adzkia. Kemudian berkembang menjadi program Diploma 2 PGTK/RA dan PGSD/MI di bawah Naungan Akademi Kependidikan Islam Adzkia (AKIA). Tahun 2003 status Akademi berubah kearah yang lebih positif yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah yang dinaungi oleh Departemen Agama RI (sekarang Kemenag RI).
Sudah sangat banyak lulusan yang telah dihasilkan oleh AKIA/STIT Adzkia. Lulusan STIT Adzkia bahkan sudah banyak yang diterima sebagai PNS baik di Provinsi Sumbar, maupun di luar provinsi. Bahkan keberadaan para alumni AKIA/STIT Adzkia ini tidak hanya menduduki jabatan sebagai guru, melainkan juga sebagai kepala sekolah terutama lulusan jurusan PGTK Adzkia.
Tahun 2005, Program Diploma II tidak diizinkan lagi untuk dibuka. Sehingga, tahun 2007-2008 perguruan tinggi Adzkia mengalami kekosongan. Tahun 2009, Adzkia diberikan izin penyelenggaraan STKIP Adzkia program S1 PG-PAUD dan PGSD di bawah Kementerian Pendidikan Nasional dengan Nomor Izin 111/D/O/2009.
Kini, Adzkia telah bertransformasi menjadi salah satu lembaga pendidikan yang berkualitas, elit dan terbesar di Kota Padang dan Sumbar umumnya. Dengan Adzkia Irwan Prayitno telah menyumbangkan sebuah perjuangan membangun pendidikan di Sumbar. “Bagi saya, Adzkia diharapkan dapat berperan aktif membangun manusia perpendidikan dan berkarakter di Sumbar,” ujarnya. (**)
Posmetro Padang, 6 Agustus 2015