«

»

IP, Sosok Cerdas yang Pintar: Nilai S3 di Malaysia Semua A

12 Agustus 2015

Sukses yang diraih Irwan Prayitno (IP) saat ini tidak diperoleh dengan mudah. Tapi penuh liku dan perjuangan. Kisah hidupnya pun menarik untuk disimak. Meskipun kini bertitel sebagai Prof, Dr, SPsi dan MSc, bukan berarti studinya selalu berjalan mulus. Nilainya juga tidak melulu tinggi. Namun, kecerdasan dan kepintarannya tercermin dari kesuksesannya di berbagai dimensi. “IQ Bapak memang di atas rata-rata,” kata Nevi Zuairina, sang pendamping hidup IP.

 

IP wisuda S1 Sarjana Psikologi di Universitas Indonesia (UI) tahun 1987 dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) hanya 2,02. Kendati IPK rendah, bukan berarti dia tidak pintar, apalagi pemalas. Kesibukannyalah yang menjadi penyebab utama, sehingga tidak gampang olehnya membagi waktu. Apalagi tahun 1985 di usia 22 tahun, saat masih kuliah, IP sudah berumah tangga dengan menyunting Nevi Zuairina yang satu kampus di UI. Jadwal kuliahnya terbentur dengan kesibukan berorganisasi, dakwah dan bekerja.

 

Setelah menamatkan studi S1 di UI, IP memang tidak mencari kerja di Jakarta atau kota-kota lain di Tanah Air. Persoalan IPK menjadi salah satu kendala utama. Sulit bagi kebanyakan perusahaan atau instansi mana pun menerima pencari kerja dengan nilai IPK rendah. IP tidak patah arang. Malah kusulitan melecutnya untuk membuka peluang kerja sendiri.

 

Bersama-sama  temannya, antara lain Mahyeldi Ansharullah (sekarang Walikota Padang), IP mendirikan lembaga pendidikan luar sekolah atau kursus Adzkia. Kini Adzkia sudah besar dan menyelenggarakan pendidikan PAUD, TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Adzkia masuk dalam jajaran sekolah pilihan masyarakat menengah atas di Kota Padang dan Sumbar.

 

Berhasil mendirikan dan membina Adzkia, tahun 1995 IP kembali berkeinginan melanjutkan studinya ke jenjang S2 atau pascasarjana. Bukan di dalam negeri, tapi di negeri jiran Malaysia pilihannya. Saat akan mendaftar masuk kuliah, dia pun kembali terbentur oleh persyaratan formal. Lagi-lagi IPK-nya menjadi persoalan.

 

Akhirnya melalui bantuan teman sesama aktivis dakwah di Selangor, IP  dipertemukan dengan Pembantu Rektor Universitas Putra Malaysia (UPM) Prof Hasyim Hamzah. Saat itu Irwan menyatakan kesanggupannya kepada Prof Hasyim Hamzah bisa menyelesaikan kuliah S2 selama tiga semester dari enam semester ukuran normal. Alhamdulilah IP tahun 1996 bisa tamat sesuai janjinya di Jurusan Pengembangan SDM (Human Resource Development) dan langsung mengambil S3 atau doktor di kampus yang sama.

 

Saat menjalani studi S3, kesibukan IP dengan berbagai aktifitas terus meningkat. Dia mesti cerdas memanajemen waktu. Sehingga mengurus keluarga, berorganisasi, dakwah, kuliah dan mengendalikan Adzkia bisa berjalan sekaligus. Ketika itu dia tidak saja berdakwah di Malaysia dan Indonesia, tapi sampai ke London Inggris. Sembari itu 20 Juli 1998, IP dipercaya sebagai Ketua Perwakilan Partai Keadilan (kini PKS) di Malaysia. PK pada akhirnya mengantarkan IP menjadi anggota DPR RI melalui Pemilu Legislatif (Pileg) 1999 dari daerah pemilihan Tanah Datar, Sumatera Barat.

 

Waktunya untuk kuliah benar-benar hanya sekitar 10-20 persen. Sering dia mengerjakan tugas-tugas kuliah saat bepergian, seperti di mobil, kereta api dan pesawat udara. Walau begitu, IP tetap bisa menyelesaikan studi S3 tepat waktu. Bahkan dia lulus dengan IPK gemilang, yakni 3,97. Nilainya semua A.

 

“IQ Bapak di atas rata-rata dan ia selalu konsentrasi saat kuliah. Dan langsung merekam kuliah yang disampaikan dosen. Yang pasti Bapak selalu sungguh-sungguh ketika mengerjakan sesuatu,” kata Nevi, Selasa (11/8) malam kepada Haluan.

 

Sahabat IP, Yongki, juga mengatakan dulu ketika melanjutkan studi S2 dan S3 di Malaysia, profesor di sana meragukan IP mampu menyelesaikan studinya. Kemampuannya diragukan karena beban kerjanya sangat berat, kuliah, mengurus rumah tangga, istri beserta 5 orang anak, sekaligus mencari nafkah untuk keluarga.

“Tapi bagi penggemar olah raga trabas dan karate ini justru kesulitan itulah yang membuatnya terpacu. Ia berhasil menyelesaikan studi S2 dan S3 tersebut tepat waktu dengan nilai cemerlang. Untuk S3 ia berhasil lulus dengan prediket cumlaude dengan IPK 3,97. Itu artinya semua nilai mata kuliah adalah A, hanya satu mata kuliah dengan nilai A minus,” sebutnya.

Setelah satu periode diamanahkan menjadi Gubernur Sumatera Barat (2010-2015) oleh masyarakat, kini IP kembali mencalonkan diri berpasangan dengan Drs H Nasrul Abit (NA) untuk melanjutkan program-program yang belum tuntas dan membuat terobosan-terobosan baru guna memajukan  Sumatera Barat.

 

IP tiga periode menjabat sebagai anggota DPR RI (1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2010). Selanjutnya menjadi Gubernur Sumatera Barat (2010-2015). Sedangkan calon wakilnya, NA menjabat sebagai Bupati Pesisir Selatan dua periode (2005-2010 dan 2010-2015). NA sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Pessel (2000-2005). Di tangannya Pessel berubah menjadi maju dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Pariwisata Pessel kini menjadi salah satu andalan Sumbar. Pessel pun di tahun 2014 berhasil keluar dari status daerah tertinggal.

 

Nevi selaku ibu dari 10 anak dan istri dari IP yang menjabat sebagai Gubernur Sumbar, menegaskan bahwa IP adalah orang yang sudah terbiasa bekerja keras. “Sejak kami menikah, pergi pagi pulang malam sampai sekarang sudah biasa,” kata Nevi menandaskan. (h/erz/dbs)


Haluan, 12 Agustus 2015

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>